Keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Sorong tanggal 27 Maret 2012 yang memenangkan Stepanus Malak-Suka Harjono sebagai bupati dan wakil bupati yang bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK), akhirnya memasuki sidang putusan, Rabu (25/4). Dalam putusan No. 14/PHPU.D-X/2012 ini, MK menyatakan terkait eksepsi ditolak, sedangkan terkait pokok permohonan ditolak untuk seluruhnya.
Dengan keputusan ini, Permohonan pasangan Zeth Kadakolo-Ibrahim Pokko selaku Pemohon tidak terbukti menurut Mahkamah, dimana sebelumnya Pemohon menyoal keputusan KPU Kab. Sorong dengan menjadikan Stepanus-Suka sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kab. Sorong, Provinsi Papua Barat priode 2012-2017.
Sebagai dasar putusan, Pemohon mendalilkan terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif di hampir seluruh wilayah Kabupaten Sorong, yaitu: Termohon melakukan persekutuan jahat dengan Pasangan Calon Nomor Urut 3 selaku Bupati incumbent (Pihak Terkait), dengan memaksakan kehendaknya memasukkan/menetapkan Distrik Moraid, Kabupaten Tambrauw ke dalam Daerah Pemilihan (Dapil) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kabupaten Sorong pada Pemilukada Kabupten Sorong Tahun 2012.
Selain itu, Pihak Terkait juga dianggap telah melakukan pemekaran kampung sekaligus mengangkat perangkatnya, yaitu di Distrik Sorong dan Distrik Moisigin, dengan tujuan untuk memilih dan memenangkan Pihak Terkait dalam Pemilukada Kabupaten Sorong Tahun 2012. Menurut Pemohon, pelanggaran-pelanggaran tersebut telah menguntungkan Pihak Terkait sehingga mengakibatkan berkurangnya perolehan suara Pemohon dalam Pemilukada Kabupaten Sorong Tahun 2012.
Terhadap dalil tersebut, Mahkamah berpendapat secara de facto Distrik Moraid masih berada di bawah administrasi pemerintahan atau belum dipisahkan dari pemerintahan Kab. Sorong kepada Pemerintah Kab. Tambrauw, walaupun telah ada Putusan MK Nomor 127/PUU-VII/2009 tanggal 25 Januari 2010. “Dengan belum beralihnya administrasi pemerintahan di Distrik Moraid dari Kabupaten Sorong ke Kabupaten Tambrauw, maka Distrik Moraid masih menjadi salah satu daerah pemilihan Bupati Kabupaten Sorong,” tegas Mahkamah.
Mengenai pemekaran kampung, Mahkamah sependapat dengan Termohon bahwa dalil Pemohon tersebut tidak ada korelasinya dengan Pemilukada Kabupaten Sorong, karena pemekaran distrik atau kampung merupakan kebijakan eksekutif dan legislatif yang didasarkan pada aspirasi dan kebutuhan pelayanan masyarakat sebagaimana telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sorong.
Berkenaan dengan dalil Pemohon Pihak Terkait telah melibatkan PNS dengan merangkul seluruh distrik se-Kabupaten Sorong dan jajaran birokrasi pemerintahan dari tingkat kabupaten sampai tingkat rukun tetangga dalam pemenangannya, menurut Mahkamah, tidak ada bukti yang meyakinkan adanya keterlibatan jajaran perangkat pemerintahan Kabupaten Sorong dari tingkat rukun tetangga, PNS, dan pejabat birokrasi pemerintahan di Kabupaten Sorong.
“Dalam kenyataannya, tidak ada rangkaian fakta yang dapat membuktikan adanya keterlibatan PNS dan jajaran birokrasi pemerintahan di Kabupaten Sorong untuk pemenangan Pihak Terkait dalam Pemilukada Kabupaten Sorong Tahun 2012,” urai Mahkamah.
Apabila ada dukungan, lanjut Mahkamah, secara pribadi memilih kepada Pihak Terkait tanpa disertai adanya tindakan yang mempengaruhi, memprovokasi, dan intimidasi yang dilakukan oleh birokrasi dari tingkat atas sampai tingkat bawah. “Hal demikian tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif,” tegas Mahkamah.
Selanjutnya terhadap adanya pelanggaran lain, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tersebut tidak dibuktikan dengan bukti yang cukup menyakinkan pelanggaran tersebut terjadi secara sistematis, terstruktur, dan masif yang secara signifikan mempengaruhi perolehan suara Pemohon sehingga melampaui perolehan suara Pihak Terkait. “Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tersebut tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum,” pungkas hakim konstitusi saat membacakan pertimbangan putusan. (Shohibul Umam/mh)