Perbaikan permohonan pengujian UU No. 28/2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan - Perkara No. 30/PUU-X/2012 - digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (20/4) siang di Ruang Sidang MK. Pemohon diwakili kuasa hukumnya dari Kantor Advokat “Andris Basril & Rekan”.
Dalam persidangan, Andris Basril selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan sejumlah perbaikan permohonan. Di antaranya, kata ‘frasa’ diganti menjadi kata ‘pasal’. Juga diperbaiki kedudukan hukum Pemohon. Selanjutnya, dari permohonan awal, petitum dipisahkan antara bertentangan dengan UUD 1945 dan menyatakan tidak berkekuatan hukum.
“Susunannya, seperti saran Majelis Hakim, sudah kami pisahkan dan yang pokoknya adalah tidak terjebak dari perkara riil yang dialami Pemohon,” ujar Andris.
Lebih lanjut Andris memaparkan petitum yang telah diperbaiki. Bahwa dalam permohonan, Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk memohon pengujian UU No. 28/2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6/1983, Pasal 25 ayat (9) juncto Pasal 27 ayat (5d) terhadap Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28G Ayat (1) dan Pasal 28H Ayat (2) UUD 1945.
“Menyatakan bahwa UU No. 28/2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28G Ayat (1) dan Pasal 28H Ayat (2) UUD 1945,” urai kuasa hukum Pemohon.
Selain itu, Pemohon menyatakan Pasal 25 ayat (9) juncto Pasal 27 ayat (5d) UU No. 28/2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, tidak berkekuatan hukum yang mengikat.
Seperti diketahui, pada persidangan pemeriksaan pendahuluan (29/3), Hakim Konstitusi Anwar Usman menyarankan agar Pemohon membedakan antara istilah ‘frasa, pasal, dan ayat’. Dalam petitum-nya, lanjut Usman, Pemohon meminta sepanjang ‘frasa’, tapi dalam permohonan mengenai ‘ayat’. Anwar juga meminta agar Pemohon memperbaiki bagian kewenangan dan kedudukan hukum.
“Ada perbedaan antara pasal-pasal yang dijadikan batu uji. Saudara harus konsisten. Tidak konsistennya Pemohon juga terlihat pada pada bagian kedudukan hukum. Saudara mendudukkan diri sebagai badan hukum privat, makanya saya tadi tegaskan mengenai kedudukan hukum. Tapi dalam posita sebagai perseorangan warga negara, diteliti kembali supaya konsisten,” sarannya.
Sementara itu, dalam pemeriksaan pendahuluan, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menyarankan agar Pemohon memperbaiki format permohonan dan menjelaskan alasan-alasan terlanggarnya hak konstitusional Pemohon yang dijamin oleh UUD 1945.
“Kemudian dalam permohonan Saudara, ada hal-hal yang merupakan kasus konkret. Klien Anda mengalami dalam pasal a quo. Jadi, MK mengadili pengujian norma dalam UU, tidak mengadili kasus-kasus konkret. Tetapi, kasus konkret itu bisa menjadi alasan dalam posita dan duduk perkaranya. MK mengadili pasal ayat, frasa, norma dalam UU tetapi tidak mengadili kasus konkret,” terang Maria.(Nano Tresna Arfana/mh)