Kebiasaan “anak punk” yang hidup menggelandang bukan suatu tindakan kriminal. Pengertian “gelandangan” menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) yaitu orang yg bergelandangan; orang yang tidak tentu tempat kediaman dan pekerjaannya. Hal ini berarti bahwa seorang gelandangan tidak melakukan perbuatan kriminal. Suatu perbuatan tidak dapat dikatakan sebagai kriminal jika tidak ada kehendak jahat di dalamnya. Oleh karena itu, menjadi gelandangan tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Seorang gelandangan tidak dapat diancam dengan pidana kurungan sebagaimana diatur dalam Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 505 ayat (1) KUHP menyatakan, “Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.” Kemudian Pasal 505 ayat (2) KUHP menyatakan, “Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan.”
Ketentuan Pasal 505 KUHP tersebut mengundang keberatan Debbi Agustio Pratama. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat ini selanjutnya melakukan judicial review (uji undang-undang) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut mahasiwa yang mengaku sering kongko bareng anak punk di Padang ini, ketentuan Pasal 505 KUHP bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945.
Demikian uji materi KUHP yang diajukan oleh Debbi yang disampaikan dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK) pada akhir Maret lalu. MK pada Jum’at (20/04/2012) kembali menggelar sidang dengan agenda perbaikan permohonan untuk perkara 29/PUU-X/2012 mengenai uji materi KUHP yang dimohonkan Debbi. Berbeda dengan persidangan sebelumnya, di mana Debbi hadir secara fisik di persidangan, kali ini Debbi menjalani pemeriksaan jarak jauh melalui fasilitas video conference (vicon). Persidangan yang berlangsung lebih kurang tiga menit ini, dilaksanakan oleh panel hakim konstitusi Maria Farida Indrati (ketua panel) didampingi dua anggota, Harjono dan Muhammad Alim.
Debbi yang berada di Fakultas Hukum Unand melalui video conference menyampaikan perbaikan permohonan yang meliputi kedudukan hukum Pemohon (legal standing) dan tambahan pasal dalam UUD 1945 yang menjadi batu uji. “Dari hasil persidangan kemarin, itu yang saya perbaiki tentang kedudukan Pemohon dan legal standing-nya. Kemudian, saya menambahkan beberapa batu uji. Hanya, hanya itu saja,” kata Debbi Singkat. (Nur Rosihin Ana/mh)