Karena permohonan Pemohon tidak jelas dan kabur, serta Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo, maka pokok permohonan Pemohon tidak dipertimbangkan. Demikian tertulis dalam putusan Mahkamah No. 20/PUU-X/2012, yang digelar dalam persidangan hari Selasa (17/4), di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan hasil putusan dari Rapat Permusyawaratan Hakim yang diikuti oleh sembilan hakim konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, Hamdan Zoelva, Maria Farida Indrati, M. Akil Mochtar, dan Muhammad Alim, masing-masing sebagai Anggota, pada Senin, (9/4/2012), Mahkamah dalam amar putusannya perkara ini menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima.
Perkara ini diajukan oleh Haji Agus Ali selaku Direktur Utama PT. Igata Jaya Perdania. Kemudian dirinya dalam permohonannya mengujikan Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, dan Pasal 59 UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) terhadap UUD 1945. Dalam alasan Pemohon mengajukan pengujian pasal-pasal dalam UU tersebut adalah untuk mengetahui apakah pasal-pasal tersebut masih relevan dijadikan dasar dalam pemindahan hak atas saham dari pemegang saham penjual kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain.
Hal demikian atas dasar Putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor 30/PDT.G/2009/PN.BTM, Putusan Pengadilan Tinggi Riau Nomor 12/PDT/2010/PT.RIAU, dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3069K/PDT/2010 dalam pengalihan saham mendasarkan pada surat kesepakatan bersama. Dengan berbagai peristiwa tersebut, menurut Pemohon, putusan Mahkamah Agung tersebut telah melanggar hak konstitusional Pemohon karena bertentangan dengan Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, dan Pasal 59 UU 40/2007.
Setelah mencermati dalil Pemohon tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa Pemohon tidak menguraikan secara jelas kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang dirugikan oleh berlakunya pasal-pasal dalam UU tersebut. “Jikapun benar Pemohon mengalami kerugian, maka kerugian tersebut diakibatkan oleh putusan pengadilan sebagaimana dalil Pemohon,” jelas Mahkamah.
Selain itu, Mahkamah juga berpendapat permohonan Pemohon tidak jelas dan kabur karena terdapat ketidaksinkronan antara posita dan petitum Pemohon. Pemohon dalam posita permohonannya mendalilkan bahwa putusan Mahkamah Agung bertentangan dengan Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, dan Pasal 59 UU 40/2007, namun dalam petitumnya Pemohon memohon Mahkamah agar putusan Mahkamah Agung Nomor 3069 K/PDT/2010 dinyatakan sah dan mengikat sebagai landasan hukum.
Sedangkan, sambung Mahkamah, dalam permohonan yang sama Pemohon juga memohon kepada Mahkamah untuk membatalkan Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, dan Pasal 59 UU 40/2007. “Hal demikian menyebabkan permohonan Pemohon menjadi tidak jelas dan kabur,” pungkas hakim konstitusi dalam pendapat Mahkamah. (Shohibul Umam/mh)