Alat-alat berat dalam bidang perindustrian maupun pertanian merupakan bagian dari alat produksi yang mendukung kegiatan dalam bidang-bidang. Jadi, tidak perlu dikenakan pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Hal ini disampaikan perwakilan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Hayadi Hamdani selaku Ahli Pemohon dalam pengujian Undang-Undang Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang digelar MK pada Selasa (17/4), di Ruang Sidang Pleno MK.
Kepaniteraan MK mencatat perkara dengan Nomor 1/PUU-X/2012 ini diajukan oleh tujuh perusahaan yang ada di Indonesia. Para Pemohon adalah perusahaan-perusahaan yang diwakili oleh Direkturnya masing-masing. PT. Bukit Makmur Mandiri Utama diwakili oleh Budikwanto Kuesar, PT. Pamapersada Nusantara dengan Dwi Priyadi, PT. Swa Kelola Sukses dengan Freddy Samad, PT. Ricabana Abadi dengan Jemmy Sugiarto, PT. Nipindo Prima Mesin dengan Nierwan Judi, PT. Lobunda Kencana Raya dengan Dipar Tobing, dan PT. Uniteda Arkato yang diwakili Muhammad Yani Kasmir.
“Ketika muncul keresahan dari 5 pengusaha mengenai penarikan pajak alat-alat berat, KADIN mengirimsuratkepada Menkeu dan Mendagri yang berisi agar alat-alat berat tidak masuk sebagai kendaraan bermotor. Dalam industri pertambangan, alat-alat berat merupakan alat produksi dan beroperasi pada jalan industri yang dibangun pengusaha tanpa melewati jalan umum yang dibangun oleh negara,” jelasnya di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD.
Sementara itu, Ahli Pemerintah Robert Simanjuntak mengemukakan isu pajak dan retribusi daerah berkaitan langsung dengan penerimaan pendapatan negara. Menurutnya, UU Nomor 28/2009 merupakan revisi untuk memperkuat basis pajak daerah dan menghilangkan pajak yang bersifat distortif. “UU 28/2009 dibuat sebagai revisi untuk memperkuat basis pajak daerah dan untuk menghilangkan pajak yang distortif. UU a quo juga memuat manfaat segala kebijakan pemerintah berkonstribusi pada kegiatan pemerintah bagi masyarakat,” jelasnya.
Pada sidang yang mengagendakan mendengar keterangan saksi dan ahli, Pemerintah juga menghadirkan dua orang saksi yang menerangkan pajak alat-alat berat menjadi pemasukan bagi pendapat daerah mereka. Dalam pokok permohonannya, Pemohon mendalilkan Pasal 1 angka 13 yang berbunyi, sepanjang frasa “…termasuk alat-alat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen…”. Dan Pasal 5 ayat (2), berbunyi, sepanjang frase “… termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar…”. Serta Pasal 6 ayat (4) dan Pasal 12 ayat (2), bertentangan dengan UUD 1945. Berkenaan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 25 tahun 2010, Para Pemohon menganggap adanya penarikan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) alat berat tersebut nyata-nyata melanggar hak konstitusional Para Pemohon. (Lulu Anjarsari/mh)