Sidang perbaikan permohonan pengujian terhadap Pasal 58 huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (13/4), di Ruang Sidang Pleno MK. Mosez Kallem tercatat sebagai pemohon perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 26/PUU-X/2012.
Pemohon yang diwakili kuasa hukumnya, Habel Rumbiak menjelaskan pemohonan yang diajukan telah diperbaiki sesuai dengan saran Majelis Hakim Konstitusi pada sidang sebelumnya. Perbaikan permohonan yang dilakukan terutama berkaitan dengan petitum dan kedudukan hukum (legal standing). “Petitum menyatakan bahwa frasa ‘… sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat…’ dalam Pasal 58 huruf c bertentangan dengan pasal 28D UUD 1945. Kemudian pada poin selanjutnya, Frasa ‘… sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat…’ dalam Pasal 58 huruf c harus ditafsirkan dalam lingkup pendidikan formal,” jelasnya di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.
Menanggapi perbaikan permohonan tersebut, Maria meminta agar Pemohon mencermati perbaikan petitum yang dilakukan Pemohon. Menurut Maria, jika pada poin sebelumnya, Pemohon memohon agar Pasal 58 huruf c dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, maka seharusnya pada poin berikutnya pemohon tidak bisa meminta konstitusional bersyarat. “Pemohon pada poin berikutnya meminta conditionally constitutional, padahal sebelumnya minta dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Kalau sudah bertentangan, tidak meungkin sesuai dengan konstitusi. Coba dilihat kembali,” terang Maria.
Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim Panel mengesahkan tiga alat bukti. Pada pokok permohonannya, Pemohon yang diwakili Habel Rumbiak selaku kuasa hukumnya, mendalilkan hak konstitusionalnya yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) terlanggar akibat berlakunya Pasal 58 huruf c UU Pemda. Pasal 58 huruf c UU Pemda menyatakan “Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat: (c.) berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat”.
Menurut Pemohon, pada praktiknya terdapat ketidakadilan dan ketidakjelasan dalam ketentuan Pasal 58 huruf c UU tersebut mengenai persyaratan untuk menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Ketidakadilan dan ketidakjelasan dalam Pasal 58 huruf c UU tersebut terletak pada frasa “… sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat…”, karena jika dilihat dari ketentuan Pasal 115 ayat (1) dan (2) PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sangat tidak adil ketika seseorang yang berpendidikan non formal kemudian dinyatakan seolah-olah berpendidikan formal. (Lulu Anjarsari/mh)