Keberatan terhadap Keputusan KPU Kabupaten Sorong tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilukada Kabupaten Sorong 2012 menjadi permohonan utama Pemohon Perkara No. 14/PHPU. D-X/2012. Dalam dalil permohonan Permohon antara lain disebutkan adanya penyalahgunaan kewenangan dalam Pemilukada Kabupaten Sorong 2012. Selain itu, disinyalir terjadi manipulasi data dengan melakukan penggelembungan DPT. Hal demikian disampaikan para Pemohon dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perkara tersebut, Rabu (11/4) siang di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Pemohon, pelanggaran Pemilukada Kabupaten Sorong 2012 dilakukan pasangan calon nomor urut 3 selaku incumbent Bupati yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif dengan menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan untuk kepentingan pencapaian ambisi politiknya agar terpilih kembali sebagai Bupati Kabupaten Sorong 2012-2017.
“Karena itu, patut dan wajarlah Mahkamah berkenan untuk mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 3 karena telah melanggar dan merusak sendi-sendi demokrasi dalam Pemilukada Kabupaten Sorong, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 yang mengharuskan Pemilukada dilakukan secara demokratis dan tidak melanggar asas-asas pemilihan umum yang bersifat ‘luber’ sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945,” urai Pemohon kepada Majelis Hakim.
Selain itu, Pemohon mendalilkan telah terjadi manipulasi data melalui penggelembungan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Berdasarkan Keputusan KPU Kabupaten Sorong 2012 tentang Penetapan DPT, jumlah DPT adalah sebanyak 88.885 pemilih. Dijelaskan Pemohon, jumlah DPT tersebut adalah hasil manipulasi, bahwa nama yang ditetapkan dalam DPT tersebut tidak sesuai fakta.
“Salah satu indikator penggelembungan DPT adalah jumlah DPT pada Dapil Kabupaten Sorong dalam Pemilihan Gubernur Papua Barat 2011, hanya sebanyak 40.000 pemilih,” ujar Pemohon.
Pemohon juga mengungkapkan soal pemilih fiktif. Bahwa pada DPT dalam Pemilukada Kabupaten Sorong 2012 terdapat nama-nama atau identitas orang yang bukan pemilih dalam wilayah hukum Kabupaten Sorong, namun dicantumkan dan ditetapkan sebagai yang dicantumkan dan ditetapkan sebagai pemilih dalam DPT tersebut.
“Juga ada nama-nama yang bukan pemilih atau fiktif, yang terdaftar sebagai pemilih dalam TPS atau di desa/kampung/kelurahan, namun dicantumkan dan ditetapkan sebagai pemilih dalam DPT. Termasuk adanya anak di bawah umur yang ditetapkan sebagai pemilih dalam DPT,” imbuh Pemohon.
Di samping itu, Pemohon berpendirian telah terjadi pelanggaran serius berupa money politic yang bersifat sistematis, terstruktur dan masif yang merusak sendi-sendi Pemilukada yang ‘luber’ dan ‘jurdil’ sehingga memengaruhi hasil Pemilukada.
Berikutnya, Pemohon mendalilkan telah terjadi pemekaran kampung yang dilakukan incumbent, ternyata untuk kepentingan meraup suara dengan mengangkat perangkat kampung seperti kepala kampung. Padahal penduduk di kampung yang dimekarkan sangat kecil, terjadi di Distrik Sorong terbagi menjadi lima kampung dan Distrik Moisigin terbagi tujuh kampung.
“Dari pemekaran distrik menjadi beberapa kampung, maka terbukalah pembentukan TPS-TPS di kampung tersebut. Padahal jumlah penduduknya sangat kecil atau tidak mencukupi untuk membentuk suatu kampung sebagaimana peraturan Menteri Dalam Negeri,” pungkas Pemohon. (Nano Tresna Arfana/mh)