Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD mengingatkan sejatinya politik itu tidak kotor, tetapi politik itu bersih, dan politik adalah alat perjuangan. Jika meneliti sejarah kenabian, misi kenabian seperti Nabi Muhammad begitu menerima perintah tauhid adalah melawan ketidakadilan.
Agama menyuruh politik itu santun, jujur, dan elegan. Hal itu yang menginspirasi bangsa Indonesia mendirikan negara Indonesia adalah untuk melawan ketidakadilan. Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan penjajahan dimuka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pernyataan itu adalah pernyataan politik pertama utnuk menjunjung nilai kemanusiaan agar setiap manusia mendapatkan keadilan sehingga penjajah itu harus dilawan
Mahfud dalam rapat kerja nasional LIRA, Selasa (27/4) di Surabaya, mengatakan lebih jauh bahwa berpolitik itu tidak harus ikut partai politik. Jika politik itu di artikan sebagai kebijakan, maka gerakan politik dapat diartikan sebagai gerakan untuk mempengaruhi kebijakan publik. Tidak ada manusia di dunia ini yang tidak berpolitik, karena manusia adalah makhluk sosial yang hanya bisa hidup kalau hidup dengan orang lain dan berpolitik. Dan, organisasi politik paling tinggi yang dimiliki manusia adalah negara, karena tidak ada satu pun orang yang tidak bernegara, maka manusia begitu terlahir ke dunia sudah ikut berpolitik.
Mahfud mencontohkan, pers itu bukan organisasi politik, tapi setiap kegiatannya mempengaruhi kebijakan publik. Maka pers telah melakukan gerakan politik. Begitu pula dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), meski bukan organisasi politik tetapi pengaruhnya terhadap perkembangan politik itu sangat besar karena mereka melakukan kegiatan politik tanpa ikut organisasi politik.
Pernyataan bahwa politik itu kotor menurut Mahfud, merupakan pernyataan masyarakat yang kecewa terhadap situasi politik saat ini. Pada dasarnya politik itu tidak kotor, karena yang kotor adalah aktor-aktornya atau orang-orangnya yang kotor. Kita bisa melihat pada zaman Bung Tomo, politik itu justru dianggap mulia, dimana masyarakat benar-benar memperjuangkan aspirasinya melalui tokoh politik. Mahfud melanjutkan, “Bung Tomo misalnya adalah seorang pejuang sampai membentuk partai politik ikut pemilu pada tahun 1955, karena politik itu adalah alat perjuangan yang benar kalau kita punya organisasi negara. Bahkan kala itu banyak yang menangis minta Bung Tomo untuk mendirikan partai dan menjadi ketua partai tersebut.”
Kalau menilik perjalanan politik kita, masyarakat mulai menyebut politik itu kotor sejak zaman Orde Baru bahwa politik itu hanya melakukan tipu-tipu. Mahfud mengatakan bahwa pada tahun 1950-an, politik itu tidak kotor seperti sekarang. “Tidak ada transaksi,” terangnya. Mahfud kemudian mengingatkan terdapat sistem politik yang salah di negeri ini yang harus diperjuangkan oleh kita. “Di negeri ini banyak orang baik, tetapi sistem politiknya yang salah. Sehingga kita harus melakukan sistem rekrutmen yang terbuka seperti yang terjadi di tahun 50-an.”
Selanjutnya Mahfud mengatakan, jika kita membaca dalam sejarah, di tahun 1950-an, bahwa tidak ada orang yang menjadi anggota DPR dengan membayar partai. “Namun sekarang orang yang mau menjadi ketua sampai menangis agar dipilih. Kadang politikus itu tidak salah juga, tetapi dipaksa oleh keadaan Karena ada sandiwara-sandiwara politik, dan ini yang menyebabkan orang mengatakan politik itu kotor. Politik sekarang ini kotor karena sekarang ini politiknya banyak transaksional,” jelas Guru Besar HTN UII Yogyakarta ini.
Mahfud mengenai ketidakadilan yang terjadi saat ini, dan datang dari bangsa sendiri, maka yang harus lakukan dengan cara mengingatkan. Karena kita mendirikan negara ini untuk menghapus dan melawan ketidakadilan. “Pernyatan tersebut terdapat dalam Pembukaan UUD 45,” jelasnya. Sehingga sudah sepatutnya, untuk memikirkan sistem politik saat ini, agar menjadi sistem yang terbuka, yakni terbuka terhadap gagasan-gagasan. Kemudian tidak oligarkis, dimana satu kepemimpinan dikuasai oleh segelintir elit dengan cara-cara yang buruk.
Lebih lanjut ditegaskan Mahfud, saat ini yang terjadi bukan situasi demokratis, tapi suatu situsai politik oligarkis dengan bungkus demokrasi. “Meski demokrasi sebagai pilihan kita, bukan yang ideal demokrasi, namun itulah yang terbaik diantara sistem yang lain. Bahkan Plato mengatakan, dalam demokrasi itu selalu ada demagog atau pembohong dan juga banyak orang narsis yang merasa dirirnya paling hebat,” katanya. Namun Mahfud mengingatkan, demokrasi adalah sistem yang terbaik. Sedangkan ntuk menyeimbangkan demokrasi, maka hukum juga harus berjalan. Karena demokrasi yang tidak diimbangi hukum, maka demokrasi akan bergeser menjadi anarki. Dijelaskan olehnya, bahwa sistem yang bagus tetapi manusia yang menjalankannya tidak bagus, tetap akan melahirkan situasi yang rusak. (Hendi/mh)