Tiga orang ahli dari Pihak Pemohon menyampaikan keterangannya dalam sidang Pengujian Undang-Undang (PUU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), Rabu (4/4). Salah satu ahli dari Pemohon yang menyampaikan keterangannya di hadapan pleno hakim konstitusi, yaitu Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Bambang Eka Cahya Widodo. Dalam keterangannya, Bambang menyampaikan bahwa dalam praktik di lapangan, Pengawas Pemilu mengalami kesulitan untuk menindaklanjuti temuan dan laporan pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional.
Bambang menjelaskan, kesulitan menindaklanjuti temuan dan laporan pelanggaran itu disebabkan adanya kesalahan dalam merujuk sanksi pidana Pasal 116 ayat (4) ke Pasal 83 UU Pemda.
Pasal 116 ayat (4) berbunyi, “Setiap pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).”
Sedangkan rujukannya pada Pasal 83 berbunyi sebagai berikut.
(1) Dana kampanye dapat diperoleh dari: a. pasangan calon; b. partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengusulkan; c. sumbangan pihak-pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badaa hukum swasta. (2) Pasangan calon wajib memiliki rekening khusus dana kampanye dan rekening yang dimaksud didaftarkan kepada KPUD. (3) Sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dari perseorangan dilarang melebihi Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan dari badan hukum swasta dilarang melebihi Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). (4) Pasangan calon dapat menerima dan/atau menyetujui pembiayaan bukan dalam bentuk uang secara langsung untuk kegiatan kampanye. (5) Sumbangan kepada pasangan calon yang lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) baik dalam bentuk uang maupun bukan dalam bentuk uang yang dapat dikonversikan ke dalam nilai uang wajib dilaporkan kepada KPUD mengenai jumlah dan identitas pemberi sumbangan. (6) Laporan sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan ayat (5) disampaikan oleh pasangan calon kepada KPUD dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa kampanye dimulai dan 1 (satu) hari sesudah masa kampanye berakhir. (7) KPUD mengumumkan melalui media massa laporan sumbangan dana kampanye setiap pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada masyarakat satu hari setelah menerima laporan dari pasangan calon.
Menurut Bambang, seyogyanya pelanggaran kampanye yang dapat diancam dengan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 116 ayat (4) UU Pemda haruslah seperti yang tercantum dalam Pasal 80 UU Pemda, bukan Pasal 83 UU Pemda.
Pasal 80 UU Pemda sendiri berbunyi, “Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikah salah satu pasangan calon selama masa kampanye.”
Seperti yang terlihat dalam bunyi Pasal 80 UU Pemda tersebut, Bambang menyatakan susbtansi Pasa; 116 ayat (4) UU Pemda memang lebih tepat apabila merujuk kepada Pasal 80 UU Pemda. Sebab, terlihat jelas bahwa Pasal 80 UU Pemda melarang tindakan pejabat negara, pejabat struktural, dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa untuk melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.
“Kehadiran Pasal 116 ayat (4) yang sejatinya harus merujuk ke Pasal 80 UU Pemda nantinya dapat digunakan oleh pengawas pemilu untuk menjerat pejabat yang disebutkan di Pasal 80 UU Pemda serta juga dapat dijadikan rekomendasi kepada Penyidik Kopolisian untuk diproses sebagai tindakan pidana,” ujar Bambang dihadapan pleno hakim konstitusi yang dihadiri oleh sembilan hakim MK.
Pemerintah Acuh
Terhadap semua permasalahan ketidaksesuaian dalam Pengaturan Pasal 116 ayat (4) dengan Pasal 83 UU Pemda, Bambang menyampaikan bahwa pihaknya sudah melayangkan surat kepada Menteri Sekretaris Negara RI melalui surat No. 402/Bawaslu/VI/2010. “Tapi sampai saat ini surat tersebut belum juga dijawab oleh Menteri Sekretaris Negara secara informal. Kami juga sudah menyampaikan ke DPR dalam rapat dengan Komisi II DPR, tapi tidak ada tindak lanjut dari DPR, surat-surat kami juga belum dijawab,” ungkap Bambang.
Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu, Wahidah Suaib yang juga menjadi ahli Pemohon menyampaikan bahwa dengan adanya ketidaksesuaian pengaturan Pasal 116 ayat (4) dengan Pasal 83 menimbulkan ketidakefektifan kerja para pengawas pemilu. Bahkan, dengan adanya ketidaksesuaian itu, sampai saat ini hanya ada satu pelanggaran pemilu yang mendapat tindakan tegas, yaitu pada Pemilukada Tangerang Selatan. Saat itu tindakan tegas yang dilakukan adalah dengan memutasi jabatan pejabat yang diketahui melakukan pelanggaran pidana Pemilukad Tangerang Selatan.
Bambang menambahkan, mutasi yang dilakukan pada pejabat itu pun hanya mutasi yang tidak sampai menurunkan jabatannya, hanya dimutasi ke bagian lain, namun jabatannya sejajar dengan sebelumnya. “Karena itu saya menilai upaya Pemohon memang satu langkah yang tepat untuk memperbaiki pasal ini (Pasal 116 ayat (4) UU Pemda, red) agar tidak lagi menjadi ‘pasal zombie’. Semoga pasal ini dapat dihidupkan oleh MK agar nantinya berguna,” tutup Bambang.
Sebelum menutup sidang, Mahfud menyampaikan bahwa sidang kali ini merupakan sidang terakhir sebelum penjatuhan vonis. “Sidang berikutnya langsung sidang pembacaan vonis ya. Jadi semua pihak ditunggu kesimpulannya, paling lambat tanggal 18 April 2012 sudah diserahkan ke Kepaniteraan MK,” tukas Mahfud. (Yusti Nurul Agustin/mh)