Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama sejumlah organisasi massa serta unsur perseorangan mengajukan gugatan uji materiil terhadap Undang-undang Minyak dan Gas (UU Migas) ke Mahkamah Konstitusi karena menilai pemberlakuannya dalam sepuluh tahun terakhir dianggap merugikan negara dan rakyat.
Gugatan ditujukan pada 'pasal-pasal jantung' dalam UU itu, kata tim advokasi Muhammadiyah, yang dianggap memberi terlalu banyak kuasa dan kewenangan pada Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi (BP Migas) untuk mengatur kontrak eksplorasi minyak dan gas serta negosiasi ulang kontrak tersebut di Indonesia.
Berita terkaitLima orang mantan pejabat Pertamina diperiksa KPKKPBB protes tender Pertamina terkait MTBEPejabat Indonesia terima suap US$ 8 jutaLink terkait
Topik terkaitHukum, Minyak gas, Korupsi "Sepanjang 10 tahun pemberlakuan UU Migas denagn kewenangan BP Migas ini, bukannya membawa kebaikan pada rakyat malah memperdalam jurang potensi korupsi,"kata Ketua tim kuasa hukum Muhammadiyah, Syaiful Bahri kepada wartawan BBC Dewi Safitri.
Menurut penggugat, UU Migas harus diubah terutama menyangkut pasal di mana kewenangan pengelolaan kontrak BP Migas diperbaiki karena lembaga itu dinilai 'tidak cakap dan tidak boleh' mengatur hal yang begitu penting tanpa kontrol ketat negara.
"Ini (BP Migas) hanya setingkat badan, merundingkan kontrak tanpa kontrol DPR, (pengawasan) dari pemerintah juga lemah,"tambah Syaiful.
Dalam beberapa kasus renegosiasi, menurut Muhammadiyah, hasil kontrak yang dikelola BP Migas snagat merugikan negara dan rakyat.
"Mestinya kontrak diatur lembaga setingkat BUMN, atau di bawah Kementerian BUMN, itu kan jelas kontrolnya dimana."
Amanat muktamarIni bukan pertama kalinya UU Migas digugat publik, sejak disahkan tahun 2002.
Sedikitnya MK telah menyidangkan tiga kali kasus gugatan serupa, sebagian diterima sebagian ditolak. Namun Syaiful tetap optimistis pada peluang gugatan yang diajukan kali ini.
"Tetap ada (peluangnya). Batu uji kami adalah Pasal 33 UUD '45 dan UU ini jelas bertentangan dengan itu"
Syaiful Bahri
"Tetap ada (peluangnya). Batu uji kami adalah Pasal 33 UUD '45 dan UU ini jelas bertentangan dengan itu," tandas Syaiful.
Dalam rilisnya, PP Muhammadiyah menyatakan Ketuanya Din Syamsuddin sendiri yang akan mengajukan gugatan ini, didampingi sejumlah tokoh seperti mantan Ketua PBNU Hasyim Muzadi dan cendekiawan seperti Komaruddin Hidayat yang akan langsung diterima ketua MK, Mahfud MD.
Penggugat mengatakan berharap uji materiil akan memberi negara posisi yang lebih kuat dalam negosiasi kontrak eksplorasi minyak dan gas di tanah air, hal yang selama ini dianggap masih jauh dari realisasi.
Muhammadiyah menyatakan telah menyiapkan materi gugatan sepanjang dua tahun terakhir karena uji materiil ini merupakan salah rekomendasi dari pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah yang berlangsung Juli 2010 di Yogyakarta.
Gugatan menurut salah satu ormas Islam terbesar di Indoensia ini, antara lain disokong dengan kesaksian 15 ahli dalam bidang ilmu hukum politik dan ekonomi.
Meski diajukan berdekatan dengan ramainya kontroversi terkait kenaikan harga BBM, PP Muhammadiyah menegaskan uji materi UU Migas 'tak ada hubungannya' dengan kenaikan harga BBM.