Segenap mahasiswa IKIP PGRI Bojonegoro berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (20/3) pagi. Kedatangan mereka yang diterima Peneliti MK, Fajar Laksono Soeroso, bertujuan mempelajari lebih jauh mengenai “Esensi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Perspektif Pembangunan Hukum dan Ekonomi”.
“Kalau kita lihat akhir-akhir ini bangsa kita mengalami krisis wawasan kebangsaan, sebagai negara yang berdasarkan Pancasila. Kami merasa, bangsa kita belum sepenuhnya memahami nilai-nilai Pancasila. Misalnya mengenai toleransi beragama, menanamkan rasa kemanusiaan terhadap sesama dan sebagainya,” kata Heru Ismaya sebagai pimpinan rombongan IKIP PGRI Bojonegoro.
Membuka pertemuan dengan para mahasiswa IKIP PGRI Bojonegoro, Fajar Laksono Soeroso mengungkapkan bahwa sejak Reformasi 1998 bergulir nampaknya ada gelora yang mengendur terkait implementasi dari nilai-nilai Pancasila.
“Karena Reformasi 1998 ternyata membuka peluang demokratisasi dari rezim yang dianggap otoritarian kemudian menuju ke demokrasi. Kita berada dalam masa transisi,” jelas Fajar.
Bangsa Indonesia yang mengalami masa transisi, lanjut Fajar, secara teoritis bisa dianggap menyimpang dan tidak sesuai dengan thesis Samuel Huntington yang mengatakan bahwa masa transisi itu tidak boleh terlalu panjang waktunya.
“Masa transisi itu seharusnya hanya menjadi masa antara. Kalau masa transisi terlalu panjang, sebenarnya sudah menyalahi ‘kodrat’. Kata Samuel Huntington, masa transisi itu selesai setelah dua kali pemilu. Kenyataannya, negara kita sudah dua kali menyelenggarakan pemilu, tetapi belum bisa dikatakan sebagai negara yang demokrasinya terkonsolidasi. Saat ini negara kita masih mengalami masa transisi yang berkepanjangan,” urai Fajar.
Dikatakan Fajar lagi, masa transisi membuka ruang demokratisasi yang sangat luas. Seiring dengan itu ada euforia di kalangan masyarakat kita saat terjadi Reformasi 1998, dari situasi yang terkekang menuju masa kebebasan berdemokrasi.
“Euforia itulah yang kemudian, dalam mengaplikasikan demokrasi kadang-kadang justru melampaui dari demokrasi itu sendiri. Kebebasan itu dianggap sebagai kebebasan yang tidak terbatas. Padahal nilai-nilai Pancasila memberi pedoman, panduan kepada kita bagaimana berdemokrasi,” imbuh Fajar.
Lebih lanjut Fajar memaparkan empat kaidah dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, menurut Ketua MK Mahfud MD. Kaidah pertama, dalam negara persatuan dan kesatuan ini, pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang berpotensi memecah atau merusak ideologi maupun teritori. Kaidah kedua, perlu ada keseimbangan antara demokrasi dengan nomokrasi. Selanjutnya, kaidah ketiga adalah seluruh kebijakan harus mengarah kepada penegakan keadilan, di antaranya berpihak pada kaum lemah. Sedangkan kaidah keempat adalah terbinanya toleransi beragama. (Nano Tresna Arfana/mh)