Jakarta, Bhirawa
Sebanyak lima kepala suku yang bertindak sebagai kepala Suku Tambrauw, Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat mengajukan permohonan pengujian Pasal 159 Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi.
Para pemohon tersebut adalah Kepala Suku Amberbaken Kebar Karon Hofni Ajoi, Kepala Suku Bikar Maurits Major, Kepala Suku Miyah Barnabas Sidik, Kepala Suku Abun Marthen Yeblo SH dan Kepala Suku Ireres Stevanus Syufi.
"Para pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena sistem 'popular vote' hanya akan menguntungkan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berasal dari etnis dengan jumlah jiwa mayoritas dalam komposisi masyarakat di Indonesia," kata salah satu kuasa hukum pemohon, Edward Dewaruci, saat membacakan permohonannya dalam sidang di MK Jakarta, Selasa.
Dengan demikian, lanjut Edward Dewaruci, tidak ada kesempatan yang adil bagi pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berasal etnis minoritas untuk dapat memenangkan pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Indonesia.
Untuk itu para pemohon menguji penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diatur dalam Pasal 159 ayat (1) berbunyi: "Pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.
Ayat (2): "Dalam hal tidak ada pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden".
Ayat (3): "Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden".
Ayat (4): "Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang".
Ayat (5): "Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah yang sama diperoleh oleh lebih dari 1 (satu) pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang".
Dengan aturan Pasal 159 UU Pilpres ini, kata Edward, pasangan dari etnis minoritas sangat sulit menjadi presiden.
Dia juga mengungkapkan bahwa hakekat dari pilpres di Indonesia adalah mencari putera terbaik dari bangsa Indonesia, bukan hanya dari putera terbaik dari etnis terbanyak saja.
Dalam permohonannya ini, pemohon meminta ada pembobotan politik yang adil dalam menentukan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang sesuai dengan konstitusi UUD 1945.
Edward menjelaskan bahwa bobot politik tidak boleh hanya didasarkan pada banyaknya pemilih pada masing-masing provinsi semata, namun harus didasarkan pada jumlah penduduk menurut provinsi dan luas wilayah menurut provinsi dalam negara kesatuan RI.
"Para pemohon sebagai masyarakat Papua yang juga sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, dengan populasi penduduk yang sedikit jumlahnya dan sebagai etnis minoritas, memiliki hak untuk diperlakukan secara khusus demi memperoleh kesamaan dan keadilan," kata Edward.
Dalam sidang perdana, pemeriksaan pendahuluan, ini dipimpin ketua majelis panel Akil Mochtar didampingi anggota Anwar Usman dan Fadlil Sumadi.
Menanggapi permohonan pemohon ini, Akil mengatakan bahwa kuasa hukum tidak siap karena format dan kerapian permohonan yang masih dibawah standar.
"Kayaknya anda ngak siap, permohonan ada halaman yang kebalik, halaman kurang," kata Akil.
Akil juga mengatakan bahwa maksud dari permohonannya juga yang tidak jelas.
"Saya ngak ngerti maksud dari permohonan ini," tegas Akil.
Sedangkan Anwar Usman menyoroti tentang banyaknya petitum dan tidak sesuai dengan standar yang ada. Untuk itu majelis panel memberikan waktu 14 hari bagi pemohon untuk memperbaikinya.