JAKARTA, (PRLM).- Partai-partai kecil yang gagal masuk parlemen pada pemilu 2009 lalu siap menggugat revisi RUU Pemilu Nomor 10 tahun 2008 ke Mahkamah Konstitusi (MK), jika DPR menetapkan antara lain ambang batas perolehan suara parlemen (PT) itu berlaku secara nasional. Sebab, dengan PT berlaku secara nasional, maka UU ini mengabaikan aspirasi rakyat-keterwakilan riil daerah yang memang beragam dan plural, tandas Sekjen DPP PRN Ratna Ester L Tobing dalam dialog RUU Pemilu bersama anggota Baleg DPR RI FPKS Mardiani dan pengamat politik Lima Ray Rangkuti di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (15/3/12).
Dia juga mengeluhkan bahwa partai yang sudah berbadan hukum tidak boleh mengikuti pemilu 2014, dan lain-lain yang bertentangan dengan UUD NRI 1945. Pasal-pasal yang mengancam demokrasi dan desintegrasi bangsa juga harus dihapus, tandas Ratna Ester.
Dikatakan, menghapus keterwakilan daerah dengan memberlakukan PT secara nasional adalah ancaman demokrasi dan disintegrasi bangsa. "DPR harus mendengar dan memperhatikan konstitusi sendiri. Jangan berpikir sesaat,” tandas Ratna Ester
Menurut Ratna pihaknya dengan partai lain sudah siap menggugat ke MK kalau RUU Pemilu sudah diputuskan oleh DPR RI pada Maret atau April 2012 ini. Sebab, dengan memutuskan PT berlaku nasional, maka suara partai yang tidak lolos PT akan ‘dirampok’ oleh parpol-parpol yang kini berkuasa di DPR. Demikian pula parpol peserta pemilu. “Padahal dalam UU parpol itu sekaligus menjadi peserta pemilu berikutnya. Jadi, jangan saling bunuh dalam menegakkan demokrasi,” tambah Ratna.
Yang pasti sebuah UU itu kata Ray Rangkuti harus mengedepankan keadilan, bukan persamaan. Baik menyangkut PT, parpol peserta pemilu, Dapil, dan sebagainya. Apalagi pluralisme partai suatu keharusan dalam berdemokrasi. Karena itu dia menyarankan RUU Pemilu yang akan diputus nanti jangan sampai digugat ke MK. Mengapa? “Kalau sudah digugat dan keputusan mengejutkan, maka bisa merubah keseluruhan tahapan pemilu dan itu membutuhkan dana yang besar,” ujarnya.