Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bengkulu Tengah Nomor Urut 7 Irihadi – M. Wasik Salik. Demikian amar putusan dengan Nomor 6/PHPU.D-X/2012 yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD dengan didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya.
“Menyatakan,dalam eksepsi, menolak eksepsi Termohon. Dalam pokok perkara, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Mahfud membacakan putusan pada Kamis (15/3), di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, Pemohon mendalilkan adanya mobilisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) oleh Bupati Bengkulu Utara (Imron Rosyadi) yang merupakan paman kandung Ferry (Pihak Terkait) untuk berkampanye dan melakukan politik uang. Mahkamah menilai, lanjut Hamdan, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa telah terjadi pelanggaran Pemilukada yang terstruktur, sistematis, dan masif sebagaimana yang didalilkan oleh Pemohon. Bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon berupa surat pernyataan bukanlah akta otentik yang memenuhi nilai pembuktian yang sempurna, melainkan hanya berupa akta di bawah tangan yang dibuat dan ditandatangani sendiri oleh yang bersangkutan, yang tidak dinyatakan di persidangan dan/ atau tidak dibuat di hadapan pejabat yang berwenang merupakan surat biasa yang tidak mememiliki kekuatan pembuktian kecuali didukung dengan alat bukti lain.
“Demikian juga dengan bukti-bukti lain yang tidak meyakinkan karena dapat dibantah dengan bukti-bukti Pihak Terkait. Selain itu, dalil Pemohon a quo tidak menunjukkan adanya signifikansi dengan perolehan suara masing-masing pasangan calon dan pelanggaran yang didalilkan jika pun ada, bersifat sporadis dan parsial semata yang tidak bisa dibuktikan pengaruhnya terhadap pilihan pemilih. Dengan demikian, dalil Pemohon a quo tidak terbukti,” jelasnya.
Hamdan mengungkapkan Pemohon mendalilkan Termohon tidak profesional dan tidak netral yang ditunjukkan dengan adanya kotak suara tidak tersegel, pemilih tidak berhak memilih, penggunaan nama alias bagi pasangan calon, pemilih tidak dapat undangan memilih, pemilih tidak terdaftar dalam DPT, dan alat peraga yang tidak utuh. Mahkamah menilai, bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon tidak dapat meyakinkan bahwa telah terjadi pelanggaran Pemilukada yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif serta tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil perolehan suara masing-masing pasangan calon. Surat pernyataan yang diajukan Pemohon, tidak dapat dijadikan bukti sempurna tanpa didukung bukti-bukti lain yang kuat. Demikian juga bukti-bukti lainnya justru yang lebih benar adalah buktibukti yang diajukan oleh Termohon.
“Mengenai penggunaan nama alias dan permasalahan DPT, Mahkamah berpendapat, hal demikian sama-sama dilakukan oleh Pemohon maupun Pihak Terkait, sehingga kerugian tidak dapat ditentukan hanya dialami oleh salah satu pihak saja, sehingga tidak diketahui signifikansinya terhadap hasil perolehan suara masing-masing pasangan calon. Dengan demikian, dalil Pemohon a quo tidak terbukti,”paparnya.
Terhadap bukti-bukti dan keterangan saksi lainnya yang menjelaskan kemungkinan terjadinya pelanggaran yang bersifat administratif dan pidana, Hamdan mengungkapkan Mahkamah menilai hal demikian hanyalah dugaan-dugaan pelanggaran yang sifatnya sporadis semata dan tidak menunjukkan terjadinya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, yang mempengaruhi perolehan suara masing-masing pasangan calon, sehingga harus ditolak. “Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, menurut Mahkamah dalil-dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum,” tandas Hamdan. (Lulu Anjarsari/mh)