JAKARTA, PESATNEWS - Lima Bupati dari Kalimantan Tengah mendesak Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan segera melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 45/PUU-IX/2011.
Sebab, permohonan pengujian Pasal 1 angka 3 UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang dimohonkan lima bupati tersebut telah dikabulkan MK. "Menhut dan pihak terkait harus konsisten melaksanakan pengukuhan kawasan hutan secara nasional," papar kuasa hukum lima bupati, Agus Surono, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (14/3).
Pelaksanaan putusan MK tersebut berimplikasi langsung terhadap penggunaan Perda No. 8/2003 tentang RTRW Provinsi Kalimantan Tengah. Sehingga, tegasnya, aturan ini telah resmi dijadikan dasar hukum penyelesaian kasus-kasus kehutanan kawasan Barito Utara dan Barito Selatan.
"Jika Menhut tidak segera melaksanakan amar putusan MK, maka pemohon akan menambah kerugian konstitusionalnya terutama dalam menjalankan wewenangnya terkait pemberian izin perkebunan, tambang, perumahan, pemukiman, dan sarana serta prasarana," tandas Agus.
Ketidaktegasan Menhut dikhawatirkan menyebabkan adanya tindak pemidanaan pada para bupati serta warga yang dianggap memasuki kawasan hutan tanpa izin. Hak kebendaan dan kepemilikan di kabupaten setempat berpotensi dirampas negara pula. "Jadi, amar putusan MK tadi sifatnya bukan sekadar penyelesaian kasus kawasan hutan di Kalimantan Tengah. Namun cakupannya di skala nasional dan bisa menjadi acuan hukum bagi daerah-daerah yang mempunyai kasus serupa," bebernya.
Permohonan pengujian Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan ini diajukan beberapa bupati dan seorang pengusaha di Kalimantan Tengah. Mereka adalah M. Mawardi (Bupati Kapuas), Hambit Bintih (Bupati Gunung Mas), Duwel Rawing (Bupati Katingan), Zain Alkim (Bupati Barito Timur), Ahmad Dirman (Bupati Sukarama), dan Akhmad Taufik (pengusaha). Semuanya bertindak atas perseorangan dalam gugatannya ke MK.
Menurut para pemohon, Kemenhut telah keliru menafsirkan Pasal 1 angka 3 yang menyatakan kegiatan penunjukan kawasan hutan bukan kegiatan pengukuhan hutan. Akibat tafsir keliru itu pemerintah pusat dapat sewenang-wenang memberikan status kawasan hutan di daerah para pemohon. Misalnya, lokasi-lokasi di kabupaten Kapuas secara faktual bukan kawasan hutan, tetapi dinyatakan sebagai kawasan hutan.
Padahal, merujuk Pasal 14 dan Pasal 15 UU Kehutanan penunjukan kawasan hutan hanyalah kegiatan awal untuk mengukuhkan kawasan hutan yang meliputi kegiatan penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan, pemetaan, dan penetapan kawasan hutan. Hal ini mengakibatkan kewenangan pemohon I, II, III, IV, dan V untuk terlibat proses pengukuhan kawasan hutan menjadi hilang jika penunjukan dipersamakan dengan penetapan kawasan hutan.
Adapun kerugian para pemohon adalah diantaranya, ketidakpastian jaminan hukum dalam menjalankan kewenangan khususnya terkait dnegan pemberian ijin bidang perkebunan, pertambangan, perumahan dan pemukiman, maupun sarana dan prasarana. Selain itu, tidak dapat menjalankan otonomi seluas-luasnya karena kawasan yang akan dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti perkebunan, pertambangan, perumahan dan pemukiman, maupun sarana dan prasaran lainnya, masuk sebagai kawasan hutan jika tidak dilakukan pengukuhan kawasan hutan.
Lebih gawat lagi, lanjutnya, para bupati tersebut dapat dipidana karena dianggap memasuki dan menduduki kawasan hutan tanpa ijin atau memberikan ijin di bidang perkebunan, pertambangan, perumahan dan pemukiman, maupun sarana dan prasarana lainnya di dalam kawasan hutan. “Oleh karena itu, Menteri Kehutanan harus segera melaksanakan putusan MK yaitu dengan melakukan pengukuhan kawasan hutan secara nasional,” seru Agus Surono.
Pengacara lima bupati ini pun mengungkapkan, hasil rapat dengar pendapat Komisi IV DPR RI pada 6 Maret 2012 lalu menyimpukkan bahwa Komisi VI meminta agar Kementerian Kehutanan melaksanakan putusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011 sejak ditetapkan pada 21 Februari 2012 dengan menjalankan semua tahapan dalam Pasal 15 ayat (1) UU No.41/1999 secara konsisten. “Tapi, sampai sekarang Menhut belun menjalankan keputusan MK, apa karena sengaja mbandel atau alasan lain,” ungkapnya.