Mahkamah Konstitusi (MK) untuk kesekian kalinya menggelar sidang pengujian UU No. 36/2009 tentang Kesehatan - Perkara No. 24/PUU-X/2012 - pada Rabu (14/3) siang. Agenda sidang adalah pemeriksaan pendahuluan pengujian Pasal 113 ayat (2) UU tersebut. Para Pemohon antara lain Ahmad Wazir Wicaksono, A. Yunan Athoillah dan Luthfi Aris Sasangko, yang semuanya merupakan Pengurus Wilayah Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (PW LPPNU) Jawa Timur.
Pemohon mengatakan, Pasal 113 ayat (2) UU tersebut merumuskan bahwa tembakau hanya bersifat merugikan bagi seseorang dan/ atau masyarakat sekelilingnya. Padahal, sebagaimana terbukti dalam sejarah maupun praktik keseharian termasuk dalam praktik dunia medis, tembakau juga memberikan kegunaan bagi seseorang dan/atau masyarakat sekelilingnya.
“Rumusan seperti ini jelas akan merugikan kami sebagai petani tembakau. Pasal itu berkonotasi negatif. Para petani tembakau yang menanam, membudidayakan, memanfaatkan tembakau, dianggap sebagai sesuatu yang hanya merugikan seseorang dan/ atau masyarakat sekelilingnya,” papar Pemohon.
Pemohon menambahkan, rumusan seperti pada Pasal 113 ayat (2) UU Kesehatan berpotensi ditafsirkan secara merugikan oleh pihak-pihak tertentu, sebagai larangan untuk menanam, membudidayakan maupun memanfaatkan tembakau karena sifatnya hanya merugikan seseorang dan/ atau masyarakat sekelilingnya.
Bahkan, menurut Pemohon, para petani tembakau itu akan terkena dampak kerugian secara moriil karena dianggap menanam, membudidayakan maupun memanfaatkan tembakau sebagai sesuatu yang hanya merugikan seseorang dan/atau masyarakat sekelilingnya. “Berkaitan dengan itu pula, kami juga mengalami kerugian moriil spirituil oleh Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi induk dari kami sudah pernah menetapkan keputusannya membolehkan mengonsumsi atau memanfaatkan tembakau atau rokok,” urai Pemohon.
Sedangkan secara materiil, lanjut Pemohon, rumusan pada Pasal 113 ayat (2) UU akan berdampak atau setidak-tidaknya potensial merugikan para petani tembakau, oleh karena menurunnya tingkat penghasilan dari usaha di bidang tembakau dengan menurunnya permintaan atau pembelian atas tembakau. “Karena adanya stigma atau anggapan bahwa tembakau sifatnya hanya negatif,” tegas Pemohon kepada Majelis Hakim.
Menanggapi dalil-dalil yang disampaikan Pemohon, Ketua Panel M. Alim menyarankan, agar Pemohon menggunakan dasar-dasar yang lebih kuat, bukan hanya dari peraturan tetapi bisa juga dengan undang-undang. “Undang-undang juga bisa digunakan jadi dasar bagi Pemohon, selain menggunakan Peraturan Mahkamah Konstitusi,” kata Alim.
Sementara Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menanggapi bahwa dalil dan argumentasi Pemohon tidak lengkap serta tidak detail. “Argumentasi bahwa Pasal 113 ayat (2) UU Kesehatan itu tidak pasti, sangat minim. Saudara mencoba untuk meng-eksplore rumusan itu tidak jelas. Tapi Saudara tidak menjabarkan secara rinci, tidak jelasnya di mana?” tandas Fadlil. (Nano Tresna Arfana/mh)