Dalam berbagai wacana aktual, restorative justice atau keadilan restoratif merupakan suatu cara khusus untuk menyelesaikan kasus pidana diluar pengadilan. Walaupun tidak semua jenis pidana bisa diterapkan dalam sistem ini, namun penerapan sistem ini bisa dikatakan jauh lebih efektif dibandingkan proses peradilan pidana yang konvensional.
Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD, Selasa (13/3), saat menjadi narasumber dalam “Rakernis Fungsi Reserse Kriminal Polri Tahun 2012,” yang diselenggarakan oleh Mabes Polri, di Hotel Mercure-Ancol, Jakarta, yang bertemakan “Komitmen Penyidik Polri Melaksanakan Penegakan Hukum dengan Jujur, Benar, dan Adil untuk Memenuhi Tuntutan Rasa Keadilan Masyarakat.”
Di hadapan Kabareskrim Polri, Irjen Pol Sutarman, dan diikuti sekitar 310 peserta yang terdiri dari para pejabat utama Bareskrim Polri, Direktur Reserse (Karimun, Krimsus, Narkoba) Polda se-Indonesia, dan beberapa pejabat lainnya, Mahfud juga menjelaskan terkait dengan sistem restorative justice yang ada di kepolisian.
Menurutnya, bagi kalangan polisi, sebenarnya sistem ini sudah dilakukan, tetapi hanya mereka belum mengetahui istilah tersebut. Misalnya, adanya kasus pencurian sandal jepit, seolah-olah ada tudingan aparat kepolisian dan kejaksaan bertindak tidak adil terhadap masyarakat. “Namun harus diakui, sebagian aparat bertindak tidak adil terhadap masyarakat, walaupun tindakan tersebut masih kecil,” ujarnya.
Namun demikian, Mahfud mengakui, secara umum kasus tersebut memang tidak mudah. Kejaksaan dan Kepolisian dihadapkan pada posisi serba salah. “Kalau ada kasus kecil, kalau tidak dibawah ke pengadilan disalahkan karena hukum sudah mengatakan siapapun yang salah harus dibawah ke pengadilan, tetapi kalau dibawah ke pengadilan dikatakan sewenang-wenang,” terang Guru Besar Tata Negara tersebut. “Dan itulah saya katakan sedikit susah memahami persoalan ini, antara kebutuhan hukum dengan tuntutan masyarakat,” tambahnya.
Dalam perkembangannya, sambung Mahfud, masyarakat telah melihat berbagai penanganan perkara pidana belum mencerminkan keadilan dengan baik dari sisi penanganan maupun dari sisi putusan hakim. “Sehingga sekarang ada tuntutan baru yang mengatakan bahwa bagaimana jaksa dan polisi menerapkan sistem restorative justice?” jelasnya.
Secara umum, Mahfud melanjutkan, tindak pidana dalam sistem ini merupakan suatu penindakan yang dianggap lebih adil dan berimbang. “Oleh karena itu, sistem ini menghendaki ada perhatian yang seimbang antara pelaku pidana, korban pidana, dan masyarakat,” terang Mahfud.
Selama ini, kata Mahfud, kalau ada sebuah kejahatan terjadi dalam lingkungan masyarakat, selalu korbannya dihukum tanpa peduli nasib korban seperti apa. “Korban tidak diajak bicara. Oleh karena itu, ide dalam restorative justice adalah korban harus dilibatkan,” ucapnya.
Lanjut Mahfud, masyarakat juga harus mendapatkan manfaat dari proses peradilan tersebut. “Sehingga, tiga komponen tersebut bisa merasakan suatu proses penyelasaian dari tindak pidana tersebut. Kalau perlu tindak pidana tersebut tidak harus dibawa ke pengadilan,” ujar Guru Besar Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tersebut.
Lebih penting lagi, Mahfud mengatakan masyarakat juga jarang sekali berbicara manfaat dari hukuman terhadap korban. “restorative justice bukan hanya membicarakan tujuan dari penindakan, tetapi juga berbicara mekanisme bagaimana cara mencapai tujuan itu yang bermanfaat kepada tiga komponen tersebut,” tuturnya.
Selanjutnya, Mahfud menuturkan bahwa kepentingan yang didapatkan dari ketiga komponen tersebut adalah bagi korban restorative justice ini bisa memenuhi baik kebutuhan dan rasa puas. Sedangkan bagi pelaku restorative justice itu memberi kesempatan untuk meraih kembali rasa hormat dari masyarakat. “Sehingga dia tidak terus menerus dicaci maki, dan masyarakat menjadikan pelaku tidak lagi dianggap orang yang berbahaya,” urainya.
Dalam akhir penjelasannya, Mahfud mengakui bahwa penerapan restorative justice dapat berbenturan dengan asas legalitas dan tujuan kepastian hukum. “Namun benturan itu dengan sendirinya tidak akan terjadi ketika yang dimaksudkan dengan kepastian hukum adalah kepastian hukum yang adil,” tulis Mahfud dalam makalanya yang berjudul “Keadilan Restoratif dalam Penegakan Hukum”. (Shohibul Umam/mh)