Akil: Putusan MK terbaik untuk anak
Rabu, 14 Maret 2012
| 07:21 WIB
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, putusan nomor 46/VIII/2010 pada 17 Februari 2012 tentang anak yang lahir di luar perkawinan, yakni pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 pasal 43 Ayat 1 tentang Perkawinan yang dimohonkan oleh Machica Mochtar, merupakan yang terbaik buat anak manusia yang tanpa dosa.
"Bagi anak yang lahir tidak berdosa, putusan MK ini adalah yang terbaik," kata Juru Bicara (jubir) MK Akil Mochtar, di Jakarta, Selasa (13/3).
Karena itu, lanjut Akil, pihaknya tidak mengerti apa maksud yang dikatakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang putusan MK yang overdosis.
Hakim konstitusi ini menjelaskan, putusan MK sangat memberi solusi dari banyak ketentuan akibat kebuntuan hukum terkait anak yang lahir di luar perkawinan.
Karena itu, MK memerintahkan untuk ditemukan subjek hukum baru, yakni ayah biologis dari anak hasil hubungan antara laki-laki dewasa dan perempuan yang selama ini bisa lepas tangan.
Dengan putusan MK tersebut, katanya, maka keduanya orang yang berhubungan itu harus bertanggung jawab, tidak hanya pihak perempuan saja. "Intinya putusan MK tidak mengatur atau menyinggung soal perzinahan," tegas Akil.
MK telah memutuskan anak yang dilahirkan di luar perkawinan memiliki hubungan perdata (status hukum) dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.
Putusan ini terkait pengujian pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dimohonkan Aisyah Mochtar (Machica Mochtar) dan anaknya, Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian, Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan `Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya` bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya," kata Ketua MK Mahfud MD, saat membacakan putusan di Jakarta, Jum`at (17/2).
Menurut MK, pokok permasalahan hukum mengenai anak yang dilahirkan di luar perkawinan adalah mengenai makna hukum (legal meaning) frasa "yang dilahirkan di luar perkawinan" perlu memperoleh jawaban dalam perspektif yang lebih luas perlu dijawab pula permasalahan terkait, yaitu permasalahan tentang sahnya anak.