Permohon pengujian Pasal 36 ayat (4) UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak diajukan oleh Agus Subagio selaku konsultan pajak terdaftar dan kuasa hukum pengadilan pajak. Dalam pemeriksaan pendahuluan, Pemohon mendalilkan sejumlah pokok permohonannya. Di antaranya, permohonan terkait Pasal 27 ayat (5) UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, “Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak”.
Menurut Pemohon, pertimbangan waktu terbitnya UU Pengadilan Pajak tersebut untuk mencegah wajib pajak mengulur waktu dengan cara mengajukan permohonan serta bisa menunda kewajiban pelaksanaan penagihan pajak. “Pertimbangan tersebut bisa menjadi beban berat bagi wajib pajak jujur yang telah menghitung pajaknya sendiri, berbeda dengan perhitungan yang dilakukan oleh petugas pemeriksa, peneliti pajak. Banyak keluhan dari pihak wajib pajak ini yang menilai petugas pajak bertindak tidak adil, mengada-ada, mengumbar kebohongan, menyimpang dari peraturan perpajakan dan arogan yang berlangsung terus,” papar Pemohon.
Pemohon melanjutkan, terbitnya UU Pengadilan Pajak pada Pasal 36 ayat (4) seolah-olah diniatkan untuk memberikan celah keringanan bagi wajib pajak dengan hanya membayar 50% dari pajak terutang terlebih dahulu langsung bisa meneruskan banding dalam mencari keadilan. “Meskipun demikian, proses penyelesaian sengketa pajak melalui Pengadilan Pajak tidak menghalangi proses penagihan pajak. Berbagai macam penafsiran berkembang berkembang atas Pasal 36 ayat (4) UU a quo, yang bisa menguntungkan wajib pajak dan bisa merugikan wajib pajak terutama dalam setiap persidangan,” kata Pemohon.
Lebih lanjut Pemohon mengungkapkan, seyogyanya dengan diberlakukannya Pengadilan Pajak tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka Pasal 36 ayat (4) UU No. 12/2002 tentang Pengadilan Pajak sudah tidak dapat dipergunakan lagi.
Pemohon berdalih, pasal tersebut berganti memberatkan masyarakat wajib pajak, tidak berpihak kepada masyarakat wajib pajak lemah dan mudah terombang-ambing oleh putusan yang ditetapkan oleh para hakim Pengadilan Pajak. “UU Pajak harus memberikan kepastian hukum dan di samping itu harus memberikan keadilan,” tegas Pemohon.
Oleh karena itu, lanjut Pemohon, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka sudah saatnya ‘kericuhan’ penggunaan Pasal 36 ayat (4) UU No. 12/2002 dihentikan dan seterusnya digunakan Pasal 27 ayat (5a) dan Pasal 27 ayat (5c) UU No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dipergunakan dalam pengajuan permohonan banding. “Pasal 36 ayat (4) UU No. 12/2002 juga bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 yang berbunyi, ‘Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang’. Penempelan Pasal 36 ayat (4) sudah saatnya segera dipertimbangkan dan dicabut dari UU No. 14/2002,” pungkas Pemohon. (Nano Tresna Arfana/mh)