Memasuki hari kedua Temu Wicara Pendidikan Pancasila, Konstitusi, dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi kerja sama antara Mahkamah Konstitusi dengan Pengurus dan Anggota Gerakan Persatuan Perempuan Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957, Sabtu (10/3) malam, di Hotel Sari Pan Pacific, tujuh Hakim Konstitusi telah memberikan materi.
Sebelumnya, tiga Hakim Konstitusi telah memberikan materi pada Jum’at (9/3), sejak sore hingga malam. Sesi pertama dimulai sesaat setelah acara pembukaan berakhir. Hadir sebagai pembicara Wakil Ketua MK Achmad Sodiki. Dalam paparannya, Sodiki mengangkat judul makalah “Hukum Progresif untuk Mewujudkan Keadilan Substantif dalam Bingkai Nilai-Nilai Pancasila”.
Dalam makalahnya, Sodiki menuliskan bahwa konsep hukum progresif meniscayakan hukum itu terus berkembang. “Hukum itu mengalir bagaikan air maka apresiasi terhadap nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat yang mencerminkan keadilan substantif, harus diintegrasikan dalam bingkai nilai-nilai Pancasila sehingga mendapat tempatnya dalam bingkai ke’bhineka-tunggal-ika’an”, tulisnya.
Hukum itu, kata Sodiki, tidak semata-mata melihat teks saja. Jika ada teks UU yang tidak memberikan rasa keadilan maka hakim tidak wajib mengikutinya. “Tidak wajib taat,” tegasnya. Selain itu, dalam pembentukan undang-undang, lanjut Sodiki, harus dipertimbangkan pula keadilan bagi generasi yang akan datang (justice for the future generation).
Sedangkan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, menyampaikan materi “Mahkamah Konstitusi dan Kewenangan Pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945”. Dalam penjelasannya, Maria menjabarkan tentang prosedur dan tahapan persidangan pengujian UU di MK, sejak dari pendaftaran permohonan hingga pembacaan putusan.
Maria menjabarkan, dalam pengujian UU di MK, terdapat dua jenis pengujian. Pertama, pengujian materil. Kedua, pengujian formil. Dalam pengujian formil, kata dia, diberikan batasan waktu. “Hingga 90 hari setelah UU tersebut diundangkan,” jelasnya.
Sebagai narasumber terakhir hari pertama, hadir Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar. Akil menyampaikan makalah berjudul “Mahkamah Konstitusi, Pemilu, dan Perselisihan Hasil Pemilu”. Dalam sesi ini, Akil menerangkan tentang pelaksanaan kewenangan MK dalam mengadili perselisihan hasil pemilihan umum, baik Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu Legislatif, maupun Pemilu Kepala Daerah.
Menurut Akil, asas Pemilu luber dan jurdil seharusnya jangan diartikan sebagai semboyan saja, melainkan harus ditaati, dipahami, dihayati, dan dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Sehingga, hasil Pemilu mendapat legitimasi kuat dan akuntabilitasnya terjaga. “Akhirnya, lahirah pemimpin-pemimpin berkualitas,” tuturnya.
“Adanya asas-asas Pemilu tersebut sesuai dengan tujuan pelaksanaan Pemilu, yang tidak hanya sekadar mengisi dan memberikan legitimasi anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah, tetapi lebih dari itu, adalah untuk memastikan bahwa anggota lembaga perwakilan dan pejabat dipilih itu benar-benar sesuai dengan pilihan rakyat. Pelaksanaan asas-asas tersebut menentukan kualitas demokrasi kita,” paparnya dalam makalah.
Adapun pada hari kedua, hadir sebagai pembicara empat hakim konstitusi lainnya, yakni Hakim Konstitusi Harjono (Sesi IV: Negara Hukum Pancasila dan Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara) dan Hakim Konstitusi Anwar Usman (Sesi V: Mahkamah Konstitusi dan Kewenangan Memutus Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran Hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden).
Selanjutnya, pada Sesi VI dengan tema Mahkamah Konstitusi dan Kewenangan Memutus Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) dan Kewenangan Memutus Pembubaran Partai Politik disampaikan oleh Hakim Konstitusi Muhammad Alim. Sedangkan Sesi VII hadir sebagai narasumber Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva dengan tema Perubahan UUD 1945 dan Sistem Ketatanegaraan RI Pasca Perubahan UUD 1945.
Kemudian, besok harinya, Minggu (11/3) pagi, para peserta memasuki sesi terakhir dengan narasumber Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M. Gaffar. Pada kesempatan itu, Janedjri menyampaikan materi berjudul “Peran MK dalam Menegakkan Hukum”. Janedjri menyampaikan beberapa hal tentang MK secara umum, diantaranya terkait sejarah terbentuknya MK, hingga peran dan kewenangan MK dalam struktur ketatanegaraan selama ini.
Setelah sesi tersebut, acara pun ditutup. Temu wicara ini secara resmi ditutup oleh Ketua GPP Kosgoro 1957 Hayani Isman. (Dodi/mh)