Mahasiswa Magister Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Senin (5/3), mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK). Mahasiswa yang berjumlah puluhan tersebut bermaksud belajar tentang sejarah dan kewenangan, serta kewajiban yang dimiliki oleh MK. Peneliti pada Ketua MK, Abdul Ghoffar, menerima langsung rombongan di Ruang Konferensi Pers, lt 4, Gedung MK.
Dalam kesempatan tersebut, Ghoffar menjelaskan secara mendalam tentang sejarah dan kewenangan MK, termasuk bagaimana original intent dari kewenangan tersebut. Namun karena yang dihadapi adalah mahasiswa Magister Hukum, maka Ghoffar lebih banyak membuka sesi tanya jawab. “Saya tidak ingin nguyai segoro atau menggarami lautan. Saya persilahkan untuk menanyakan berbagai hal terkait dengan MK,” pintanya.
Atas permintaan Ghoffar tersebut, para peserta langsung mengacungkan tangan. Puluhan peserta meminta kesempatan untuk menanyakan berbagai macam hal seputar MK. Adalah Januar Sihotang yang mendapat kesempatan pertama untuk mengajukan pertanyaan. Dalam kesempatan tersebut, ia mengajukan pertanyaan seputar putusan MK tentang perlindungan anak di luar perkawinan.
Menjawab pertanyaan tersebut, Ghoffar mengatakan bahwa ia tidak mempunyai kewenangan untuk menjelaskan isi putusan. Tetapi menurutnya, dengan adanya putusan MK ini maka anak-anak yang lahir di luar perkawinan menjadi terlindungi. Anak-anak di luar perkawinan, kata Ghoffar, sebelum putusan MK hanya mempunyai hubungan perdata dengan garis Ibu. Sementara dengan ayahnya, ia tidak ada. “Bisa kita bayangkan, betapa enaknya pihak laki-laki tanpa dibebani tanggung jawab dari perbuatannya. Makanya dengan adanya putusan ini diharapkan kaum lelaki berfikir dua kali sebelum melakukan perbuatan asusila," katanya.
Johan Sirait, menanyakan hal yang berbeda. Dalam kesempatan tersebut ia menanyakan tentang putusan MK terkait usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana yakni 12 tahun. “Sebelum MK memutus, UU Pengadilan Anak mengatur usia minimal 8 tahun, apa yang mendasari putusan itu,” tanyanya. Selain itu, Johan juga menanyakan apa yang dilakukan oleh MK jika ada penegak hukum yang tidak melaksanakan putusan tersebut.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Ghoffar kembali menyampaikan bahwa ia tidak mempunyai kewenangan untuk mengomentari isi putusan atau sebab musabab MK mengeluarkan putusan seperti itu. Tetapi Ghoffar memberi gambaran bahwa di luar negeri juga mayoritas menerapkan batasan usia 12 tahun. “Batasan itu juga harus dibaca dari sudut kecerdasan emosional, mental, dan intelektual yang stabil sesuai psikologi anak,” terang Ghoffar.
Sementara terkait pertanyaan mengenai upaya MK untuk menegakkan putusan MK tersebut, menurut Ghoffar, MK tidak mempunyai lembaga eksekutorial. Menurutnya, “lembaga eksekutorial” MK adalah pihak yang diuntungkan dengan putusan tersebut. “Jadi, kalau ada terdakwa di bawah usia 12 tahun dan dijatuhi hukuman, maka ia bisa mengajukan upaya hukum yang lebih tinggi,” terangnya.
Selain pertanyaan-pertanyaan substansi, para peserta juga menanyakan hal-hal lain, misalnya bagaimana mencari informasi tentang MK, mendapatkan buku, Majalah, Jurnal tentang MK. Kemudian, bagaimana menjalin kerja sama dengan MK, termasuk bagiamana prosedur mengundang Ketua MK untuk menjadi narasumber dalam kegiatan yang dilakukan di kampus mereka. (Shohibul Umam/mh)