INILAH.COM, Jakarta - Putusan uji materi UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tidak menyinggung materi perkara di dalam UU perkawinan tersebut.
Demikian dikatakan Ketua Umum Ikatan Sarjana dan Praktisi Hukum Indonesia (ISPHI) Fredrich Yunadi. Karena itu, menurutnya putusan MK itu tidak serta merta mengabulkan materi perkara yang diajukan oleh Aisyah Mochtar atau Machica Mochtar selaku pemohon uji materi UU.
"Jadi begini, MK itu kan memutuskan bahwa UU itu kan bertentangan dengan UUD dasar, dia kan tidak mengaitkan materi pada perkara, jadi tidak bisa dikaitkan," kata Yunadi kepada wartawn, Kamis (8/3/2012).
Dikatakan Yunadi, seperti contohnya pada putusan MK soal pimpinan KPK Jilid II Busyro Muqoddas, itu ada hal salah tafsir. Dan kemudian jika putusan MK itu dinilai cacat atau tidak cacat itu, putusan MK tidak bisa ditinjau. Putusan MK itu sifatnya mengikat dan final. Presiden pun tidak bisa meninjau kembali.
"Sebagai contoh, masih inget kan ada putusan MK juga soal Busyro. Waktu itu kan diputus saat Busyro sudah menjalankan tugas sebagai ketua KPK kurang lebih 3 atau 4 bln. Tapi itu kan ditafsirkan oleh pemerintah berlaku surut. Sedangkan Pak mahfud sendiri memberikan 1 statement, silahkan saja itu ditafsir. kalau tidak berlaku surut berarti putusan MK banyak yang tidak bisa dijalankan," paparnya.
Lebih jelas lagi, Yunadi mengatakan, seorang hakim itu dalam menjatuhkan putusan itu tidak boleh membaurkan perasaan pribadinya sebagai dasar putusan MK. Yunadi menilai, keputusan yang dibuat oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD terlalu subjektif membawa perasaan.
"Sebenernya sebagai seorang penegak hukum itu sudah salah. Seorang petugas hukum itu kan harus menjunjung tinggi dari makna hukumnya, ya kan. Tidak bisa membaurkan perasaan kita sebagai seorang penegak hukum dan alasan pribadinya. Nah, saya liat dalam hal ini Pak Mahfud sudah membaurkan perasaannya. Dia itu kan seorang kiai, ahli agama bukan ahli hukum. Nah karena itulah sebenernya pemerintah itu banyak menempatkan orang bukan on the right man on the right place. Jadi itu yang bikin kacau, yang menurut saya kasian, trus negara kita mau dibawa ke mana," ungkapnya.
Menurut Yunadi, putusan MK itu sangat bahaya bagi kondisi hukum Indonesia. Dia melihat hal itu menjadi peluang orang untuk melakukan penyimpangan hukum. "Memang dalam putusan tersebut kan menyatakan dibuktikan soal hukum dan teknologi, dengan tes DNA. Anda kan tahu tes DNA itu kan semuanya bisa dimainin. Positif negatif bisa saya bikin kok, hal itu karena apa, kita ini tuh belum patuh hukum. Jadi itu sangat keliru sekali, jadi seakan-akan MK dalam hal ini yang diwakili oleh Mahfud itu mendorong atau meresmikan bahwa orang indonesia itu boleh kumpul kebo, seolah-olah mendukung lelaki kawin dengan banyak istri," ujarnya.
Kemudian, Yunadi menuturkan langkah selanjutnya menanggapi putusan MK itu, yaitu mendorong pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri untuk. segera membuat aturan baru (PP) atau paling tidak mengajukan amandemen perbaikan UU.
"Jadi saya kira solusinya, pemerintah harus aktif, yaitu membuat PP atau mengajukan amandemen perbaikan UU. Karena ini resikonya fatal," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Ahmad Sodiki mengatakan pendapatnya soal putusan MK UU Perkawinan No 1 Tahun 1974, bahwa anak-anak itu, lanjut dia, berhak mendapat perlindungan dari ayah biologisnya yang telah diatur dalam UU yang berlaku, asalkan dia mampu membuktikan diri secara uji teknologi dan hukum, bahwa anak tersebut merupakan keturunan biologis ayah tertentu, maka dia berhak mendapat harta waris dari ayah tersebut.
Revisi Undang-undang Perkawinan itu juga bertujuan untuk memberi efek jera bagi laki-laki yang suka mempermainkan perempuan, tapi tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang melanggar norma-norma yang berlaku.
"Ayah biologis harus bertanggung jawab terhadap anak yang dilahirkan, dan dalam hal ini, MK tidak mempersoalkan hubungan perkawinan kedua orangtuanya, namun status anak, negara mulai mengaturnya," katanya.
Sedangkan Menanggapi perseteruan itu, Ketua MK, Mahfud MD mengatakan, untuk membuktikan apakah anak Machica mempunyai hubungan darah dengan Moediono atau tidak, bisa lewat pengadilan agama dan perdata. Juga lewat sains.
"Soal Iqbal anaknya Moerdiono atau bukan, itu dibuktikan DNA nanti," tegas dia.