Sidang lanjutan terhadap sengketa hasil pemilukada Kabupaten Bengkulu Tengah kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (6/3), di Ruang Sidang Pleno MK. Pemohon dalam perkara nomor 6/PHPU.D-X/2012 ini adalah pasangan calon kepala daerah nomor urut 7 (tujuh) Irihadi - H. M. Wasik Salik. Dalam persidangan mereka didampingi kuasa hukumnya A.H Wakil Kamal, dkk. Begitupula dengan Termohon, hadir Ketua Komisi Pemilihan Umum Kab. Bengkulu Tengah, Atisar Sulaiman, juga didampingi para kuasa hukumnya. Sebagai Pihak Terkait, pasangan nomor urut 1 (satu) Ferry Ramli – M Sabri, hanya diwakili para kuasanya.
Dalam sidang mendengarkan jawaban Termohon dan Pihak Terkait serta keterangan saksi, KPU Kabupaten Bengkulu Tengah mengungkapkan permohonan Pemohon bukan merupakan objek permohonan Pemilukada sehingga MK tidak berhak mengadili. “Dalil Pemohon yang mengatakan Termohon tidak netral bahwa dalil mengenai adanya anak-anak yang memilih tidak benar. Anak-anak yang disebut Pemohon yang berumur 18 tahun dan 19 tahun. Jadi, tidak benar mengenai dalil pemohon tidak profesional dan netral,” jelas Sattu Pali selaku kuasa hukum Termohon.
Sementara itu, Pihak Terkait yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Heru Widodo, mengungkapkan justru Pemohonlah yang melakukan banyak pelanggaran dalam Pemilukada putaran kedua. Menurut Heru, pemohon justru melakukan kampanye terselubung (black campaign) dan politik uang. “Yang mengagetkan terutama ketika istri pemohon, Meirina membagi-bagikan uang sebesar 1 miliar rupiah. Oleh karena itulah, kami meminta Mahkamah untuk menolak permohonan Pemohon,” paparnya.
Dalam sidang tersebut, Pemohon mengajukan beberapa orang saksi yang menerangkan adanya mobilisasi PNS dan lainnya. Pemohon dalam pokok permohonannya mengungkapkan adanya mobilisasi pejabat pemerintahan dan pegawai negeri sipil (PNS) untuk mendukung pasangan calon pemenang, Ferry Ramli - M Sabri, mewarnai putaran kedua pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Bengkulu Tengah. Di samping kecurangan tersebut, sambung Pemohon, juga terjadi pencoblosan oleh orang yang tidak berhak, antara lain adanya anak kecil dan pemilih yang mencoblos dengan menggunakan nama orang yang sudah meninggal. (Lulu Anjarsari/mh)