Pengujian Pasal 13 ayat (5) UU 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang berbunyi, “Tim seleksi melaporkan pelaksanaan setiap tahapan seleksi kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Menurut Perwakilan Rakyat (DPR), norma yang terkandung dalam Pasal tersebut sudah jelas dan tegas mengatur proses seleksi terhadap anggota KPU yang dilakukan oleh Tim Seleksi.
“Sehingga tidak berdasar apabila norma ini oleh para Pemohon dipahami telah menghilangkan semangat mewujudkan independensi penyelenggara pemilu,” urai Ganjar Pranomo selaku perwakilan dari DPR, saat memberi keterangan terhadap permohonan para Pemohon No. 8/PUU-X/2012 tentang Pengujian UU 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum terhadap UUD 1945, Senin (5/3), di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi.
DPR juga tidak sependapat terhadap dalil para Pemohon yang menganggap ketentuan Pasal 13 ayat (5) tersebut, mengandung kekaburan hukum yang berujung terjadinya ketidakpastian hukum bagi Tim Seleksi. “DPR sebagai lembaga Negara yang memiliki fungsi pengawasan berhak mengetahui proses tersebut,” ujar Ganjar. “Hal ini merupakan penerapan suatu norma dan tidak ada persoalan konstitusionalitas suatu norma yang dilanggar,” tambahnya.
Sementara dalam Pasal 15 ayat (4) UU tersebut, khususnya frase “Dalam hal tidak ada calon anggota KPU yang terpilih atau calon anggota KPU terpilih kurang dari 7 (tujuh) orang…”, menurut para Pemohon, menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap hasil kerja yang telah dan akan dilakukan oleh mereka. Berkenaan dengan persoalan ini, DPR berpendapat Pasal tersebut justru memberikan kepastian hukum untuk mengatur segala kemungkinan yang terjadi. “Sehingga tidak terdapat kekosongan hukum,” ucap Ganjar.
Sehingga dalam akhir keterangannya, Ganjar meminta kepada Mahkamah untuk menyatakan para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, dan permohonan para Pemohon dinyatakan tidak dapat diterima. “Permohonan para Pemohon ditolak untuk seluruhnya,” tegas Ganjar.
Namun, hal berbeda dengan yang disampaikan oleh Pemerintah. Menurut Zudan Arif Fahrullah selaku perwakilan Pemerintah mengatakan bahwa Pemerintah secara umum juga memiliki tujuan yang sama dengan para Pemohon, yaitu menyelenggarakan Pemilu yang jujur, adil melalui penyelenggara Pemilu yang profesional, berintegritas, dan mempunyai kapasitas yang akuntabel.
“Oleh karena itu, apabila norma a quo memang dianggap belum mampu mewujudkan politik hukum yang sudah diterapkan tersebut. Maka, marilah kita secara bersama-sama mencari norma yang tepat,” tutur Zudan.
Sehingga berdasarkan uraian tersebut, lanjut Zudan, Pemerintah dalam keterangan menyimpulkan bahwa Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim Konstitusi terkait dengan perkara yang diajukan oleh para Pemohon. “Pemerintah menyerahkan kepada Mahkamah untuk memeriksa, mengadili dan memberikan putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya,” jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, para Pemohon yakni Yuliandri (Dosen Perundang-Undangan UNAND), Zainal Arifin Mukhtar (Dosen Administrasi Negara UGM), Charles Simabura (Dosen dan Peneliti PUSaKO), dan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) telah mendalilkan Pasal 13 ayat (5), Pasal 15 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), Pasal 87 ayat (5), Pasal 89 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Dalam Pasal 13 ayat (5) selengkapnya berbunyi: “Tim seleksi melaporkan pelaksanaan setiap tahapan seleksi kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Menurut para Pemohon, ketentuan tersebut telah bertentangan dengan semangat pembentukan penyelenggara Pemilu yang independen. Sebab, otoritas membentuk tim seleksi calon anggota KPU merupakan kewenangan Presiden.
Hal itu, lanjut para Pemohon, telah sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (1) UU Penyelenggara Pemilu. Kemudian sebagai pihak yang dibentuk dan/ atau diangkat oleh Presiden, sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (2), maka tugas pokok Tim seleksi calon anggota KPU adalah membantu Presiden untuk menetapkan calon anggota KPU yang akan diajukan kepada DPR. (Shohibul Umam/mh)