Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi bekerjasama dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK), telah menyelenggarakan acara Temu Wicara selama tiga hari, Jumat-Minggu (24-26/2). Acara tersebut ditutup secara resmi oleh Ketua APTIK R. Djokopranoto, Pukul 11.30 WIB (26/2), di Hotel Lumire, Jakarta.
Tema yang diangkat dalam acara tersebut adalah “Pendidikan Pancasila, Konstitusi, dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi bagi Kalangan Pendidik Perguruan Tinggi dan Sekolah Katolik se-Indonesia.” Sedangkan dalam acara penutupan tersebut dihadiri juga Plh. Kepala Biro Humas dan Protokol MK Budi Achmad Djohari, serta dihadiri juga sekitar 200-an orang kalangan pendidik perguruan tinggi dan sekolah katolik dari sejumlah daerah di Indonesia.
Sebelumnnya, Budi mengatakan dalam sambutannya bahwa kata adil dalam Pembukaan UUD 1945 disebut sebanyak lima kali. “Hal demikian selain menunjukkan UUD 1945 dijiwai oleh semangat keadilan, lebih dari itu adanya sebuah amanat untuk negara hukum yang berkeadilan,” ucapnya.
Untuk menegakkan hukum yang berkeadilan, Budi melanjutkan, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan keniscayaan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Penghormatan terhadap HAM berarti menjunjung tinggi martabat keluhuran manusia di atas segalanya. “Dalam hal ini, prinsip kesetaraan dan kebersamaan, saling menyayangi, menghormati, dan tidak saling menyakiti, serta mengedepankan makna hidup bersama dalam ikatan bangsa secara damai dan berkeadilan, harus disadari untuk dipraktikkan dalam setiap aspek kehidupan,” pesan Budi.
Selain itu, Budi juga menjelaskan bahwa selain berfungsi menjadi lembaga peradilan, MK sebagai lembaga pengawal konstitusi, juga memberikan peran dan tanggung jawab, serta pemahaman kepada masyarakat mengenai ihwal Pancasila dan Konstitusi, dan Hukam Acara MK. “Oleh karena itu, MK dalam kesempatan ini menyelenggarakan Pendidikan Pancasila, Konstitusi, dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi,” ucapnya.
Menurut Budi, Dalam menjalankan tugas konstitusional, MK mempunyai hukum acara yang berbeda dan relatif baru dibandingkan dengan hukum acara yang ada di peradilan umum. “Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi terus mengupayakan pengenalan dan pemahaman kepada seluruh masyarakat tentang Mahkamah Konstitusi dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, seiring dalam upaya revitalisasi dan internalisasi, implementasi Pancasila dan UUD 1945,” ucapnya.
Pada kesempatan tersebut, Djokopranoto juga mengatakan bahwa para peserta sudah mendapatkan materi tentang hukum acara yang ada di Mahkamah Konsttiusi. Para peserta juga disegarkan kembali dengan makna yang terkandung dalam nilai Pancasila. “Maka bisa dikatakan, kita mencaintai kembali Pancasila itu,” ucapnya mengutip pernyataan seseorang.
Dari sini, lanjut Djokopranoto, para peserta semakin mengetahui dan yakin apabila hak-hak konstitusional masyarakat dilanggar oleh undang-undang. Lebih dari itu, setelah mendapatkan pengetahuan dalam acara ini, masyarakat khususnya para paserta bisa mengajukan uji materi ke MK. “Bahkan salah satu peserta sudah merencanakan untuk mengajukan dua hal yaitu pasal mengenai batas minimum untuk pencalonan bupati, dan mengenai pembekuan partai politik,” tuturnya.
Selanjutnya, kata Djokopranoto, bagi yang mengabdi dalam bidang pendidikan, memahami Pancasila dan UUD 1945, tidak hanya berguna bagi warga negara Indonesia, tetapi juga bagi pendidik. “Karena Pancasila merupakan salah satu hal penting dalam mendasari pendidikan di Indonesia,” jelasnya. (Shohibul Umam/mh)