Delegasi dari Afghanistan berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (23/2). Delegasi tersebut terdiri dari para hakim dari Independent Commission of Oversight and Implementation of Constitution (ICOIC) dan Duta Besar Afghanistan untuk Indonesia, Ghulam Sakhi Ghairat. ICOIC merupakan lembaga selayaknya MK di Afghanistan. Ketua MK Moh. Mahfud MD didampingi tujuh orang hakim konstitusi lainnnya secara khusus menyambut kedatangan rombongan tersebut.
Memulai perbincangan, Mahfud menyampaikan bahwa terdapat delapan hakim konstitusi, termasuk dirinya yang berkesempatan “bertatap muka” dengan delegasi dari Afghanistan kali ini. “Kami MK Indonesia memiliki sembilan hakim konstitusi. Tapi, ada delapan hakim konstitusi yang hadir kali ini karena satu hakim konstitusi lainnya sedang mempersiapkan ujian doktor, yaitu Ahmad Fadlil Sumadi,“ ujar Mahfud sekaligus memperkenalkan satu per satu hakim konstitusi yang hadir.
Ketua ICOIC, Gulrahman Gaz Gul Rahman Qazi melalui penerjemah menjelaskan bahwa kunjungan mereka kali ini untuk “belajar” mengenai MK di Indonesia. Ia menyatakan bahwa ICOIC atau Komisi Pemantau Konstitusi Afghanistan memiliki dua peran. Peran pertama, yaitu menyelesaikan masalah hak asasi manusia di Afghanistan dan mengontrol konstitusi Afghanistan.
Lebih lanjut, Gul Rahman mengungkapkan bahwa ICOIC memiliki tujuh anggota. Ketujuh anggota ICOIC itu dipilih oleh presiden dan disahkan oleh parlemen di Afghanistan.
Mahfud kemudian menjelaskan komposisi hakim konstitusi MK. Sembilan hakim konstitusi diusulkan oleh tiga lembaga negara berbeda, yaitu tiga orang diusulkan oleh presiden, tiga orang diusulkan MA, dan tiga sisanya dipilih oleh DPR atau parlemen.
Mahfud melanjutkan penjelasannya dengan mengatakan bahwa MK Indonesia memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. “Pertama, menguji konstitusionalitas undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus sengketa pemilihan umum, dan memutus pembubaran partai politik,” jelas Mahfud.
Sedangkan satu kewajiban yang dimiliki MK, yaitu wajib memberikan putusan atas pendapat DPR yang menyatakan presiden dan wakil presiden melakukan pelanggaran berat.
Meski MK di Indonesia baru berumur sembilan tahun pada Agustus mendatang, Mahfud mengungkapkan bahwa MK Indonesia telah memiliki produktivitas tinggi dalam menangani perkara maupun memutus perkara. Untuk judicial review, sekitar 450 perkara tengah dalam proses dan sebagian sudah diputus di MK Indonesia. Sedangkan perkara pemilu sejak tahun 2009 sekitar 742 kasus dari tingkat daerah sampai pusat yang ditangani MK Indonesia.
Dilanjutkan Hakim Konstitusi Harjono, putusan MK bersifat final dan mengikat. Artinya, bila suatu perkara sudah diputus di MK maka putusan tersebut tidak bisa dibanding dan putusan itu juga mengikat kepada seluruh Warga Negara Indonesia.
Sedikit berbeda dengan MK Indonesia, ICOIC memberikan putusannya sebagai rekomendasi kepada presiden. Dijelaskan kemudian, bahwa ICOIC “menelurkan” putusan dalam bentuk komentar dan tafsir.
Acara yang berlangsung dalam suasana yang santai itu sempat diselingi dengan percakapan ringan antara Mahfud dengan para delegasi Afghanistan. Mahfud pun kerap berbincang menggunakan bahasa arab yang dimengerti oleh para delegasi Afghanistan.
Di akhir acara, Mahfud berharap delegasi dari ICOIC mendapat ilmu yang bermanfaat. “Saya berharap kunjungan ini dapat member manfaat untuk delegasi Afghanistan. Kami di sini juga menyediakan staf untuk menemani delegasi Afghanistan berkeliling ke lembaga-lembaga lain seperti ke Kementerian Agama, Muhammadiyah, dan Nahdatul Ulama,” tutup Mahfud.
Usai pertemuan, delegasi Afghanistan berkeliling Gedung MK untuk melihat-lihat jalanannya sidang di MK. Selain itu mereka juga mengunjungi Perpustakaan MK untuk melihat sistim video conference yang menjadi alat pendukung sidang di MK. (Yusti Nurul Agustin/mh)