Penyelenggaraan tugas pemerintah dalam segala aspek kehidupan itu adalah sebagian dari tugas negara hukum modern (welfare state) yaitu penyelenggaraan kesejahteraan umum (bestuurszog) atau disebut sebagai service public.
“Dari kutipan di atas, kita menyimpulkan negara kesejahteraan yang pemerintahnya aktif berusaha dalam rangka peningkatan kesejahteraan warganya, baru muncul pada di dunia barat pada akhir abad ke-19. Bila dibandingkan dengan ajaran Islam, dunia barat lama ketinggalan,” ungkap Hakim Konstitusi M. Alim kepada para mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang, Kamis (23/2) siang.
Dalam ajaran Islam, ujar Alim, pemimpin satu kaum termasuk pemerintah adalah pelayan dari kaum itu, sehingga pemimpin atau pemerintah negara Madinah yang ditata berdasarkan hukum Islam itu adalah pelayan dari rakyat negara Madinah.
“Artinya, negara Madinah adalah negara kesejahteraan atau negara hukum modern, bukan negara hukum klasik yang lazim dikenal dengan julukan ‘negara jaga malam’ (nachtwakerstaat) yang pemerintahnya hanya bertindak dalam hal terjadi perbuatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, tidak mencampuri urusan ekonomi dan sosial,” urai Alim.
Lebih lanjut Alim memaparkan ciri-ciri negara hukum. Di kalangan ilmuwan ada dua istilah dengan ciri masing-masing yaitu the rule of law dan rechtsstaat. The rule of law, seperti dikemukakan oleh A.V. Dicey terdiri atas supremasi hukum, kesederajatan di muka hukum dan perlindungan hak asasi manusia dalam konstitusi dan putusan-putusan pengadilan.
“Rechtsstaat menurut Frederich Julias Stahl ciri-cirinya adalah perlindungan hak asasi manusia, pemisahan atau pembagian kekuasaan, asas legalitas, serta peradilan administrasi yang berdiri sendiri,” ucap Alim.
Sedangkan International Commission of Jurists pada Konferensi Bangkok 1965 menyebutkan bahwa ciri-ciri negara hukum sebagai berikut, yaitu negara harus tunduk pada hukum, pemerintah menghormati hak-hak individu, dan pengadilan yang bebas serta tidak memihak.
Alim juga menerangkan, kewenangan-kewenangan dari Mahkamah Konstitusi RepublikIndonesia, sesuai Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945. MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
“Kemudian yang kewajiban MK yaitu wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD,” ujar Alim. (Nano Tresna A./mh)