Segenap mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar, mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (20/2) pagi. Kedatangan mereka diterima langsung oleh Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar, dilanjutkan dengan kuliah singkat berbagai hal terkait dengan Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi di berbagai negara maupun Indonesia.
Dalam kesempatan itu Akil antara lain menjelaskan mengenai peran konstitusi sebagai hukum tertinggi di sebuah negara. Tujuan konstitusi, kata Akil, pertama adalah memperoleh keadilan yang nilainya lebih tinggi daripada hukum.
“Keadilan memiliki filosofi tersendiri di dalamnya dan mencakup aspek yang luas, mulai dari soal ekonomi, kewenangan, dan sebagainya,” ucap Akil.
Tujuan berikutnya dari konstitusi, lanjut Akil, adalah agar tertib dalam berbangsa dan bernegara, ada pegangan dalam menjalankan pemerintahan yang demokratis dan adil, serta mewujudkan nilai-nilai yang ideal seperti kemerdekaan dan kebebasan maupun kemakmuran serta kesejahteraan bersama. Selain itu, mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Semua itu termaktub dalam Pembukaan UUD 1945,” kata Akil kepada para mahasiswa yang berjumlah sekitar 100 orang.
“Dengan demikian, konstitusi harus mampu menjadikan sebuah negara yang sejahtera. Kalau sebuah negara menjadi negara yang korup, ya harus diubah konstitusinya,” tambah Akil.
Sejarah MK
Akil juga menjelaskan mengenai MK Indonesia dan tumbuhnya gagasan judicial review. “Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah MK yang ke-78 di dunia. Seperti diketahui, gagasan dibentuknya MK di berbagai negara berdasarkan pemikiran pakar hukum tata negara Hans Kelsen,” ucapnya.
Lebih lanjut Akil memaparkan berbagai alasan perlu dibentuknya Mahkamah Konstitusi di dunia. Pertama, sebagai implikasi dari paham konstitusionalisme. Indonesia menganut paham demokrasi konstitusional. Kedua, sebagai mekanisme checks and balances system, atau sebagai sistem pemisahan kekuasaan.
“Mekanisme checks and balances system diperlukan agar tidak terjadi overlapping antara kewenangan lembaga negara. Berdasarkan prinsip negara hukum, sistem kontrol yang relevan adalah kontrol yudisial. Diletakkannya MK sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman akan terdorong mekanisme checks and balances,” urai Akil.
Tujuan berikutnya dibentuknya MK adalah agar melahirkan penyelenggaraan negara yang bersih. Karena MK merupakan kekuasaan negara yang dapat ditempatkan untuk mengontrol terhadap akuntabilitas pejabat publik dalam menjalankan tugas dan fungsinya, agar tetap berpijak pada moralitas dan kepentingan warga negara.
"Di samping itu, dibentuknya MK sebagai perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM). Misalnya, ada warga negara yang ingin menguji UU, boleh-boleh saja. Asalkan ada hak-hak konstitusionalnya yang merasa dirugikan dengan keluarnya sebuah UU,” tandas Akil. (Nano Tresna A./mh)