Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) bekerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) menyelenggarakan acara “Pendidikan Pancasila, Konstitusi, dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, bagi Korps Wanita Angkatan laut” di Sari Pan Pasific, Jakarta, mulai hari Jumat-Minggu (17-19/2). Pada hari pertama, acara tersebut dibuka secara resmi oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD, Pukul 15.00 WIB.
Dalam acara tersebut hadir juga Laksamana Madya TNI Marsetio, Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar, para Perwira Tinggi TNI AL, serta dihadiri juga sekitar 200 peserta yang tergabung dalam Korps Wanita Angkatan Laut dari sejumlah daerah di Indonesia.
Dalam awal sambutannya, Mahfud mengatakan bahwa kerjasama ini diselenggarakan dalam rangka menjaga nagara Indonesia berdasarkan konstitusi. “Dalam hal ini, MK dan TNI AL mempunyai tugas yang sama. TNI mempunyai tugas untuk menjaga negara dari sejumlah ancaman yang menimbulkan disintegrasi terhadap Indonesia, dan MK mempunyai tugas untuk mengawal aturan-aturannya,” tutur Mahfud.
Selain itu, Mahfud juga mengatakan bahwa TNI AL berdasarkan konstitusi yang baru berfungsi menjaga pertahanan atau melakukan fungsi pertahanan. Pertahanan dalam hal ini adalah mempertahankan negara Indonesia dari ancaman yang menyebabkan disintegrasi. “Dahulu, ancaman dalam bentuk fisik, tetapi sekarang ancaman tersebut lebih nyata yakni dalam bentuk infiltrasi ideologi ke dalam,” terangnya.
Di samping membicarakan fungsi dari masing-masing lembaga, Mahfud juga menuturkan bahwa sekarang ada banyak putra-putri terbaik yang aktif di TNI AL. Tetapi, ia mengingatkan bahwa jangan dibayangkan bisa menikmati kenyamanan hidup kalau kita tidak merdeka. “Oleh karena itu, mesti kita syukuri kemerdekaan ini dengan cara menjaga hidup bernegara sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan para pendiri bangsa,” ajak Mahfud. “Untuk itu kita harus menghormati dan menghargai pendiri negara ini, sehingga kita bisa hidup bernegara dengan enak,” tambahnya.
Namun hidup bernegara, Mahfud melanjutkan, sesungguhnya tidak mudah, karena dalam faktanya, masyarakat Indonesia sangat majemuk atau beragam. “Walapun kita majemuk, tetapi bisa bersatu tanpa berfikir mayoritas dan minoritas. Kita juga mempunyai banyak bahasa, tetapi karena kita mempunyai kemauan untuk bersatu sehingga bahasa kita jadi satu,” terangnya.
Mahfud mengatakan sumber konflik terjadinya perpecahan adalah mulai lunturnya toleransi terhadap perbedaan keyakinan, dan munculnya ketidakadilan. “Saya kira persoalan lain lebih gampang diselesaikan, kalau keadilan bisa ditegakkan,” tegasnya. Sehingga toleransi adalah sebagai syarat mutlak dan keharusan bagi setiap orang. “Karena tidak mungkin memaksakan persamaan keyakinan, karena keyakinan itu adalah anugerah,” jelas Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud menjelaskan bahwa hak asasi merupakan hak yang di bawa oleh manusia dan diberikan oleh Tuhan SWT, bukan diberikan oleh orang. Keyakinan juga dimiliki oleh orang yang diberikan oleh Tuhan SWT. Karena menurutnya, negara berfungsi yakni apabila masyarakat melakukan kekerasaan atas nama keyakinan, maka negara atas nama konstitusi punya hak untuk menggunakan senjata.
“Akan tetapi, jangan untuk menindas rakyat, melainkan untuk menertibkan kehidupan. Menjaga untuk tidak dihancurkan oleh bangsa lain, dan juga supaya tidak menjadi hancur atas dirinya sendiri karena perpecahan dari dalam dan itu tugas TNI dan Polri,” pesan Mahfud.
Hal demikian menjadi penting karena beberapa hal, yakni bangsa Indonesia telah memasuki transisi demokrasi, dari otoriter di zaman orde baru ke era reformasi tanpa gejolak. “Sehingga dikatakan Pemilu saat itu adalah Pemilu yang terbaik, dari tujuh kali Pemilu sejak orde baru,” ucapnya.
Hal penting lainnya adalah bangsa Indonesia telah melakukan amandemen pada konstitusinya. “Asumsinya terlepas ada setuju atau tidak, dahulu terjadi kesewenangan,” terangnya. Terjadi kesewenangan, menurutnya, karena konstitusi sebelum amandemen banyak adanya lubang dan celah-celah yang menimbulkan otoritarianisme, dan menyebabkan Presiden Soekarno dan Soeharto jatuh.
Pada kesempatan sama, Marsetio dalam sambutan mewakili TNI AL mengatakan bahwa bangsa Indonesia telah berhasil melalui masa transisi demokrasi secara damai, dan perubahan tatanan kehidupan yang bernegara menuju masyarakat yang lebih demokratis telah dilakukan dalam UUD 1945 yang berupa amandemen.
Agenda penting selanjutnya, lanjut dia, adalah dengan berusaha melaksanakan UUD 1945 sebagai hukum tertinggi sebagai bentuk negara hukum. “Segenap warga negara harus memahami UUD 1945 sebagai rujukan utama dalam menjalankan tugas masing-masing,” ucap Marsetio. (Shohibul Umam/mh)