Hakim Konstitusi M. Alim menjelaskan, kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) tercantum dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) UU No. 24/2003 tentang MK yaitu, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”
“Sedangkan kewajiban MK seperti tercantum dalam Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945, yaitu memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD,” ungkap M. Alim pada acara “Islamic Law National Summit 2012 Ekskursi Fakultas Hukum (FH) UI” di MKRI, Jumat (17/2).
Dikatakan Alim lagi, pengujian UU terhadap UUD disebut pengujian konstitusional. Namun, pengujian konstitusional tak selamanya diserahkan kepada pengadilan. Dalam Tap MPR No. III/MPR/2000, pengujian UU terhadap UUD menjadi kewenangan MPR.
“Kewenangan menguji UU terhadap UUD yang diberikan kepada pengadilan, dalam hal ini kepada MK, disebut pengujian oleh pengadilan,” ucap Alim yang didampingi moderator A. Rachmat Ari Wijaya dari FH UI. Dalam literatur yang umum beredar, yang dianggap peletak dasar pengujian konstitusional adalah putusan John Marshall sebagai Ketua Mahkamah Agung Federal Amerika Serikat dalam Kasus Marbury vs Madison yang diputus pada 1803.
Lebih lanjut Alim memaparkan soal pengujian konstitusional dalam Al-Qur’an. Para Imam Mazhab Empat yaitu Abu Hanafi (692-722 M), Malik Ibnu Anas (715-801 M), Syafi’i (722-820 M) dan Ahmad Ibnu Hambal (780-855 M), bahkan hingga kini semua ulama sependapat bahwa Al-Qur’an adalah sumber hukum yang tertinggi dalam hukum Islam.
Rasulullah SAW pernah bertanya, “Wahai Mu’az bagaimana atau dengan apakah kamu akan memecahkan persoalan agama?” Mu’az menjawab, “Aku akan merujuk kepada Kitab Allah”. Kemudian Rasulullah bertanya lagi, “Andaikan kamu tidak mendapatkan jawabannya dalam Kitab Allah?” Mu’az menjawab, “Aku akan mencari jawabannya dalam Sunnah Rasul-Nya”.
Lantas Rasulullah bertanya kembali, “Andai kamu tidak menemukan jawabannya dalam Sunnah Rasul-Nya?” Dengan tegas Mu’az menjawab, “Aku akan ber-ijtihad dengan pendapatku sendiri”. Mendengar jawaban tersebut, wajah Rasulullah SAW tampak cerah, seraya berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasul-Nya.”
“Bandingkan dengan pakar hukum Hans Kelsen (1881-1973) dalam bukunya General Theory of Law and State, Teori Piramida Hukum, maka Hukum Islam sudah terlebih dahulu mengemukakannya. Bahwa dalam Hukum Islam tata urutan perundang-undangannya adalah (1) Al-Qur’an, (2) Sunnah (Hadist) dan (3) Ijtihad yang tersusun rapih seperti piramida. (Nano Tresna A./mh)