Sidang Pengujian Undang-Undang (PUU) terhadap UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang teregristrasi dengan nomor 7/PUU-X/2012 memasuki sidang kedua, Kamis (16/2). Sidang kedua ini beragendakan perbaikan permohonan yang diketuai oleh Ketua Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar. Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi yang bertindak sebagai anggota. Pihak Pemohon dalam persidangan ini menyampaikan beberapa perubahan dalam permohonannya.
Pemohon perkara ini adalah Koalisi Advokasi UU Intelijen Negara yang terdiri dari beberapa LSM, yaitu Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Masyarakat Setara, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Mugiyanto selaku Pemohon perseorangan.
Pada sidang pertama, Pemohon menyampaikan bahwa pengesahan RUU Intelijen Negara pada Oktober 2011 beberapa materinya tidak sejalan dengan hak asasi manusia dan semangat untuk mereformasi intelijen. Beberapa Pasal dalam UU No. 17 Tahun 2011 itu dianggap telah melahirkan sejumlah ancaman bagi jaminan kebebasan sipil, perlindungan hak asasi manusia, dan kebebasan pers. “Sejumlah pasal, ayat dan frasa dalam UU Intelijen Negara tersebut bertentangan dengan sejumlah Pasal UUD 1945. UU Intelijen Negara ini tidak secara tegas memberikan definisi mengenai keamanan nasional,” ujar kuasa hukum Pemohon, Wahyudi Djafar kala itu.
Wahyudi juga menyampaikan bahwa definisi ancaman yang dipaparkan dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat (4) UU Intelijen Negara khususnya pada frasa “berbagai aspek” adalah suatu definisi yang karet. Pasalnya, definisi berbagai aspek tersebut dianggap Pemohon tidak jelas batasannya sehingga bersifat multitafsir.
Ahmad Fadlil Sumadi pada sidang pertama tersebut menyarankan agar diadakan regrouping (menyusun kembali) atas dasar batu uji atau dasar petitum permohonan. Sedangkan M. Akil Mochtar mempertanyakan legal standing Para Pemohon yang perorangan Warga Negara Indonesia (WNI).
Perbaikan Permohonan
Pada sidang kali ini, Wahyudi masih menjadi juru bicara Para Pemohon. Ia menyatakan sesuai saran Akil, legal standing (hak gugat) Para Pemohon diperjelas. “Sesuai saran hakim, kerugian potensial Pemohon yang terdapat di Pasal 17 UU Intelijen kami jabarkan,” ujar Wahyudi.
Sesuai saran Fadlil, Pasal 32 ayat (1) UU Intelijen yang diajukan Pemohon untuk diuji juga dijabarkan dengan regrouping. Wahyudi juga menjelaskan bahwa untuk menambah pertimbangan bagi hakim, pihaknuya mencantumkan kasus-kasus penyadapan di beberapa negara dan kasus-kasus pembocoran informasi intelijen.
Di akhir sidang, Akil memeriksa bukti surat yang dilampirkan Pemohon, yaitu P. 1 (bukti surat satu) sampai P. 6. “Bukti surat P.1-P.6 dinyatakan sah. Saudara tunggu saja panggilan dari Mahkamah ya. Kami akan melaporkan hal ini dulu ke pleno. Apa pun putusannya, pasti Saudara dipanggil,” ujar Akil sekaligus menutup sidang yang dimulai pukul 14.00 di Ruang Sidang Pleno, Lantai 2, Gedung MK. (Yusti Nurul Agustin/mh)