Beberapa guru serta siswa Sekolah Menengah Atas Tugu Ibu, Depok berkunjung ke Mahkamah Konstitusi, Jum’at (10/2) pagi. Mereka diterima oleh Staf Ketua MK Rafiuddin Munis Tamar di Ruang Konpress lt.4 Gedung MK.
Pada kesempatan itu, Rafi, biasa dia dipanggil, memberikan kuliah singkat tentang Konstitusi, Lembaga Negara, dan Kewenangan MK. Rafi mengawali pembahasan dengan menjelaskan tentang sistem ketatanegaraan Indonesia secara umum, kemudian masuk kepada penjelasan mengenai lembaga-lembaga negara.
Menurut Rafi, ketika bicara tentang lembaga negara, setidaknya terdapat dua definisi. “Bisa secara ketat, bisa pula luas,” ujarnya. Ketat, jika lembaga negara hanya lembaga yang disebutkan secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar 1945 saja. Sedangkan luas atau longgar, jika diartikan sebaliknya, yakni tidak hanya yang disebut dalam Konstitusi.
Selanjutnya, Rafi juga membahas tentang kewenangan MK. Dia mengatakan, antara MK dan Mahkamah Agung memiliki kewenangan yang berbeda. “MK hanya mengadili perkara-perkara yang terkait ketatanegaraan,” jelasnya.
MK, sambung Rafi, memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Empat kewenangan tersebut adalah menguji konstitusionalitas undang-undang, menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga negara, mengadili perselisihan hasil pemilihan umum (termasuk kepala daerah), dan membubarkan parpol. Sedangkan satu kewajiban, adalah kewajiban untuk memberikan putusan terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melanggar hukum sebagaimana ditentukan oleh Konstitusi.
Menurut Rafi, pengujian undang-undang (PUU) dapat dilakukan dengan dilandasi atas adanya kerugian konstitusional dari pihak yang hak konstitusionalnya diakui dan dilindungi oleh UUD 1945. Oleh karena itu, kata dia, jika merasa dirugikan oleh salah satu norma undang-undang, tak perlu demonstrasi. Melainkan diuji ke MK saja. “Demo itu tidak merubah hukum,” katanya setengah bercanda.
Sedangkan dalam mengadili perselisihan hasil pemilihan umum, kata Rafi, yang digugat bukanlah calon lain yang dianggap curang atau melanggar hukum. Namun, yang semestinya digugat adalah Komisi Pemilihan Umum (termasuk KPU di daerah) yang menetapkan calon pemenang. Dalam hal ini, KPU dianggap sebagai pihak termohon.
Kemudian Rafi pun melanjutkan penjelasannya dengan memaparkan kewenangan MK lainnya disusul dengan dibukanya sesi pertanyaan. Para siswa pun tampak antusias mengemukakan pertanyaan pada pertemuan tersebut. (Dodi/mh)