Mahkamah Konstitusi (MK) tanpa adanya ultra petita (putusan melebihi permohonan) justru sebenarnya lebih mudah, hanya tinggal menolak seluruh undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini disampaikan oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati ketika menerima kunjungan Mahasiswa Pascasarjana FH Universitas Sebelas Maret bertempat di Ruang Konferensi Gedung MK pada Senin (13/2).
“Ultra petita sebenarnya sudah ada sejak MK berdiri, sebut saja pada kasus Madison. Sebenarnya tidak adanya ultra petita, justru lebih mempermudah MK. MK hanya perlu menyatakan membatalkan undang-undang yang tidak bertentangan dengan UUD 1945,” jelas Maria di hdapana sekitar 20 orang Mahasiswa Pascasarjana FH Universitas Sebelas Maret.
Maria melanjutkan kadangkala ditemukan permohonan yang meminta pembatalan satu pasal kunci, yang jika pasal tersebut dibatalkan, maka pasal lainnya tidak akan berguna. Untuk itulah, lanjut Maria, diperlukan adanya putusan ultra petita. “Jika pasal kunci tidak berlaku, maka pasal yang berkaitan tidak akan berlaku juga karena saling berkaitan. Terkadang orang menyebut MK sebagai positive legislator karena menafsirkan beberapa undang-undang. Itu karena pasal tersebut biasanya 50% bertentangan dengan UUD 1945, namun 50% tidak bertentangan dengan UUD 1945. Jadi, MK menafsirkannya sepanjang dimaknai sesuai dengan tafsiran MK. MK harus menjaga konstitusi agar tetap dilaksanakan oleh seluruh rakyat Indonesia,” papar Maria.
Selain itu, Maria juga membahas mengenai fungsi dan kedudukan MK yang tertuang dalam pasal 24 UUD 1945. Keempat kewenangan tersebut di antaranya melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, menyelesaikan sengketa pembubaran parpol, mengadili sengketa lembaga yang kewenangannya disebutkan dalam UUD 1945 serta menyelesaikan persengketaan hasil Pemilu baik legislatif, Presiden - Wakil Presiden maupun daerah. “Namun sampai sekarang, MK belum pernah mengadili perkara pembubaran parpol dan pemakzulan presiden ataupun wakil presiden,” ujarnya.
Menyinggung mengenai putusan MK, Maria menjelaskan sebuah undang-undang yang dibatalkan MK akan tidak berlaku sejak pengucapan putusan MK. “Nantinya putusan MK tersebut akan diberikan kepada MA, DPR, DPD, dan Pemerintah. Jika dikabulkan, maka akan diberikan kepada Menkumham untuk dimuat dalam berita acara negara,” terangnya. (Lulu Anjarsari/mh)