Dalam rangka “membumikan” nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, Mahkamah Konstitusi (MK) bekerjasama dengan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan Pemerintah Kota Surakarta, Jawa Tengah, menyelenggarakan acara “Lomba Budaya Sadar Pancasila dan Konstitusi bagi Perangkat Kelurahan se-Kota Surakarta”, Sabtu-Senin, (3-5/3), di Surakarta, Jawa Tengah. Acara tersebut akan diikuti oleh tokoh masyarakat dan perangkat kelurahan yang berjumlah kurang lebih 51 kelurahan se-Kota Surakarta, di Kampus UNS.
Hal demikian terungkap pada saat acara technical meeting yang dilakukan MK dengan pihak-pihak terkait, di Rumah Dinas Pejabat Kota Surakarta, Sabtu (11/2). Acara tersebut dihadiri langsung oleh Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar beserta sejumlah pakar hukum dan pejabat di lingkungan MK. Hadir juga Sekretaris Daerah Kota Surakarta Hadi Suharto, didampingi para pejabat di bawahnya.
Dalam sambutan mewakili MK, Janedjri mengatakan bahwa sejak adanya perubahan terhadap Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, kedaulatan tidak dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) lagi, tetapi dilaksanakan oleh lembaga-lembaga negara menurut aturan main yang ada dalam UUD 1945. “Salah satunya lembaga negara yaitu Mahkamah Konstitusi,” terang Janedjri.
Dengan adanya lembaga ini, Janedjri melanjutkan, menimbulkan sebuah pertanyaan besar dalam benak anggota Dewan Perwakilan Rakyat. “Bayangkan, dari 560 anggota dewan dan 2 orang dari lembaga presiden. Mereka bersatu untuk membuat undang-undang, akan tetapi tiba-tiba undang-undang yang mereka buat tersebut dibatalkan oleh MK yang berjumlah sembilan hakim konsitusi,” tutur Janedjri. “Itu kan sangat kuat sekali Mahkamah Konstitusi.”
Sementara berbicara terkait dengan sistem semokrasi, Janedjri menuturkan, ternyata sistem demokrasi tersebut bukan segalanya. Sistem demokrasi ternyata mengandung kelemahan. Kelemahannya adalah “banyak-banyakan” suara. “Siapa yang mempunyai suara yang banyak, maka dialah yang tampil sebagai pemimpin,” ungkapnya. Lebih lanjut, Janedjri juga mengakui, keadilan yang diharapkan oleh banyak orang, kadang kala tersembunyi dalam segelintir masyarakat. “Namun hal demikian harus dihargai. Karena kedaulatan ada di tangan rakyat. Rakyatlah yang berdaulat. Oleh karena itu, jangan dibiarkan demokrasi seperti itu,” ajak kandidat Doktor Universitas Diponegoro Semarang ini.
Di samping berbicara esensi berlakunya kewenangan MK, Janedjri juga mengulas kembali, mengapa lembaga penjaga konstitusi ini ada. Menurut Janedjri, sebenarnya MK ada sejak the founding fathers (bapak pendiri bangsa) membicarakan perumusan UUD 1945 tersebut. Saat itu, muncul gagasasn Mahkamah Agung supaya diberi kewenangan untuk menguji UU terhadap UUD 1945, tetapi gagasan tersebut ditolak. “Akhirnya gagasan tersebut tenggelam, dan muncul kembali pada era reformasi,” terang Janedjri. Akhirnya tahun 2003, lanjut Janedjri, MK berdiri. Tugasnya adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat (final and binding).
Kesempatan yang sama, disampaikan juga sambutan dari Sekretaris Daerah Kota Surakarta Budi Suharta. Dalam sambutannya dia mengatakan bahwa melalui kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat kembali pada jati diri bangsa yaitu mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila. “Hal demikian selaras dengan yang diamanatkan oleh para pendiri bangsa Indonesia,” ucapnya. (Shohibul Umam/mh)