Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat kunjungan dari mahasiswa asal negeri Jiran Malaysia, yaitu mahasiswa University of Malaya yang tengah mengikuti pertukaran mahasiswa dengan Universitas Pancasila, Jumat (10/2). Selain mahasiswa University of Malaya, para mahasiswa dari Universitas Pancasila juga turut mengunjungi MK di saat yang bersamaan. Sekira 40 mahasiswa gabungan tersebut ditemani oleh dosen pembimbing dari Universitas Pancasila. Kedatangan rombongan diterima oleh Hakim Konstitusi Muhammad Alim. Dalam kesempatan itu Alim juga sempat membuka forum tanya jawab yang sebelumnya dimulai dengan pemaparan materi seputar kewenangan MK.
“Insya Allah anak-anak yang hadir ini bisa menjadi pemimpin bangsa di masa depan. Karena kami yang tua-tua ini akan secara alamiah mundur,” ujar Alim memberikan intermezzo sebelum memulai paparannya.
Alim kemudian menceritakan mengenai sejarah terbentuknya MK. Ia mengatakan MK adalah lembaga negara baru di Indonesia. MK hadir akibat adanya Perubahan Ketiga UUD 1945, tepatnya pada Pasal 24 ayat (2). Pasal tersebut berbunyi, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
Pasal 24 ayat (2) tersebut menjelaskan bahwa MK merupakan salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman, bersama MK.
Sedangkan mengenai kewenangan MK termaktub dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Pada Pasal 24C ayat (1) dinyatakan kewenangan MK, yaitu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutuskan pembubaran Parpol, memutuskan perselisihan hasil pemilu, dan satu kewajiban untuk memberikan putusan terhadap pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan presiden dan wakil presiden menurut UUD 1945.
Alim kemudian menjelaskan bahwa di MK hanya perkara pengujian UU terhadap UUD 1945 saja yang akan disidangkan. Hal itu berbeda dengan MA yang memiliki kewenangan menyidangkan perkara pengujian peraturan di bawah UU terhadap UU. Dari penjelasa itu, Alim beralih dengan menjelaskan bahwa pengujian UU di MK merupakan judicial review. Pasalnya, suatu norma diuji di lembaga pengadilan. Berbeda dengan legislative review. Lembaga yang bisa menggelar legislative review hanyalah DPR selaku pembentuk UU itu sendiri.
Beralih kepada kewenangan MK yang mampu memutus pembubaran partai politik (Parpol). Alim menjelaskan kewenangan seperti itu sebelum ada MK dimiliki oleh Pemerintah. Sehingga pada orde baru dan orde lama di pemerintahan Indonesia, banyak parpol yang dibubarkan hanya karena pemerintah tidak suka dengan parpol dimaksud. “Kalau sekarang tidak boleh pemerintah langsung membubarkan. Prosesnya harus melalui lembaga peradilan. Pemerintahlah yang bisa memohonkan pembubaran partai politik itu ke MK. Sedangkan pihak lain, baik perseorangan atau kelompok tidak bisa.
Salah satu mahasiswa University of Malaya, Izham di akhir acara mengatakan kekagumannya terhadap MK. “Ketika pertama kali masuk ke Gedung MK langsung terasa kehebatannya. Para hakimnya juga hebat. Kami di sini mendapat ilmu baru, sebab di Malaysia tidak terdapat Mahkamah Konstitusi, kami hanya memiliki Mahkamah Agung, jadi ini membuat kami memahami perbedaan dari kekuasaan kehakiman di Indonesia dan Malaysia,” ujar Izham yang mengaku ingin acara seperti ini tetap dilakukan kepada para mahasiswa University of Malaya di tahun-tahun mendatang. (Yusti Nurul Agustin/mh)