“Pengalokasian BBM (Bahan Bakar Minyak) bersubsidi secara tepat sasaran dilakukan melalui pembatasan konsumsi BBM jenis premium untuk kendaraan roda empat pribadi pada wilayah Jawa Bali sejak April 2012,” yang tercantum dalam UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012, khususnya Pasal 7 Ayat (4) butir 1 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 No. 113), bertentangan dengan UUD 1945.
Demikian salah satu inti pokok permohonan para Pemohon No.13/PUU-X/2012 dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Ruang Sidang Panel MK, Jumat (10/2). Dalam hal ini, para Pemohon, yaitu Bgd. Syafri, Lavaza Basyaruddin, Yuliana, dan Asep Anwardari, juga menjelaskan bahwa pasal tersebut merupakan suatu kebijakan yang tidak tepat dan tidak arif karena kebijakan tersebut banyak menimbulkan permasalahan dan merugikan banyak pihak.
Kemudian, para Pemohon juga mengatakan bahwa pelaksanaan pada penjelasan Pasal 7 ayat (4) butir 1 dan 2, dimana terjadi suatu kontra dengan UUD 1945, khususnya Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. “Sesuai dengan Pasal tersebut, saya selaku warga negara Indonesia menginginkan suatu kesejahteraan yang lebih baik, kelancaran dalam kehidupan kami,” ucap Lavaza Basyaruddin.
Sehingga dalam Petitumnya, para Pemohon menyatakan bahwa Pasal 7 ayat (4) dan penjelasannya, serta ayat (6) UU No. 22 tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (Lembaran Nagara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor: 113) bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28A, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (4) dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Pada kesempatan yang sama, Majelis Hakim Konstitusi yang terdiri dari Ahmad Fadlil Sumadi (Ketua), Anwar Usman, dan Hamdan Zoelva, memberikan beberapa saran dan masukan terkait permohonan para Pemohon. Pertama, Hakim Konstitusi Anwar Usman mengatakan bahwa para Pemohon telah mendalilkan pembatasan konsumsi BBM premium telah menimbulkan kerugian orang banyak termasuk para Pemohon. “Namun alasan-asalan yang dibuat atau dielaborasi lebih lanjut oleh Pemohon dengan adanya hubungan kerugian pasal tersebut. Belum dijelaskan, apakah ini kerugian konstitusional atau kerugian yang biasa,” tutur Anwar.
Hal senada juga disampaikan oleh Hamdan Zoelva. Menurutnya, para Pemohon melampirkan batu uji yang sangat banyak. Padahal, yang diuji hanya alokasi BBM bersubsidi secara tepat pada 1 April 2012. “Kalau itu menjadi objek permohonan, kemudian apa hubungannya dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bersama dengan kedudukan hukum di pemerintahan? Begitu juga Pasal 27 ayat (2). Sehingga kalau tidak ada hubungannya, saudara jangan masukan di sini,” jelas Hamdan.
Kemudian saran terakhir disampaikan oleh Fadlil Sumadi. Menurutnya permohonan para Pemohon sudah jelas berkenaan dengan pengujian UU Pasal 7 ayat (4) terhadap UUD 1945. “Tetapi para Pemohon tidak menjelaskan bertentangan seperti apa Pasal 7 itu terhadap Pasal UUD 1945 yang anda kutip,” terang Fadlil. “Kerugian-kerugian yang diungkapkan oleh para Pemohon tidak konstitisional.” (Shohibul Umam/mh)