Setelah tidak jadi digelar pada minggu lalu, sidang Pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu terhadap Undang-Undang Dasar 1945 akhirnya dapat digelar pertama kalinya di Ruang Sidang Pleno Lantai 2 Gedung MK, Rabu (8/2). Sidang yang diketuai oleh Ketua Panel Hakim, M. Akil Mochtar itu hanya dihadiri kuasa hukum Pemohon, Veri Junaidi. Dalam kesempatan itu, Veri menyampaikan pokok permohonan Para Pemohon.
Pemohon secara lebih rinci melakukan pengajuan pengujian terhadap Pasal 13 ayat (5), Pasal 15 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), Pasal 87 ayat (5), Pasal 89 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) UU Penyelenggaraan Pemilu. Dan, Para Pemohon yang mengajukan pengujian terhadap pasal-pasal tersebut, yaitu Yuliandri (Dosen Perundang-Undangan UNAND), Zainal Arifin Mukhtar (Dosen Administrasi Negara UGM), Charles Simabura (Dosen dan Peneliti PUSaKO), dan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Para Pemohon sejatinya didampingi empat kuasa hukum, yaitu Feri Amsari, Khairul Fahmi, Veri Junaidi, dan Donal Fariz.
Dalam pendahuluan yang dibacakan Veri, Pemohon menganggap perubahan atau pergantian UU Pemilu oleh DPR dan Pemerintah telah menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum dalam proses pemilihan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal itu kemudian akan berdampak buruk terhadap kemandirian dan profesionalisme KPU sebagai penyelenggara pemilu sehingga menyebabkan terjadinya pertentangan dengan UUD 1945, terutama terkait Pasal 13 ayat (5); Pasal 15 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), Pasal 87 ayat (5); Pasal 89 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) UU Penyelenggara Pemilu.
Lebih lanjut Veri menyampaikan bahwa pembentukan dan pengisian jabatan pada lembaga-lembaga negara dilaksanakan demi tujuan bernegara. Sehingga, apabila sebuah lembaga negara gagal melaksanakan fungsinya maka akan berdampak pada pewujudan kepentingan warga negara. “Artinya, kegagalan berfungsinya organ-organ negara, termasuk lembaga-lembaga negara, akan menyebabkan kegagalan tujuan bernegara, sehingga yang paling dirugikan adalah warga negara. Dengan kata lain, Para Pemohon mengalami kerugian dengan gagal terwujudnya nilai-nilai konstitusionalisme,” papar Veri.
Terlebih, Para Pemohon yang sebagian berprofesi sebagai dosen memiliki kepentingan konstitusional agar norma-norma hukum yang mengatur pengisian jabatan cabang-cabang kekuasaan negara, termasuk mengenai Penyelenggara Pemilu, bebas dari penyimpangan supaya proses ketatanegaraan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Sedangkan Pemohon yang berbentuk organisasi, Perludem, dikatakan Veri juga mengalami kerugian konstitusional dengan berlakunya pasal-pasal tersebut. Pasalnya, Perludem sebagai suatu organisasi dapat bertindak mewakili kepentingan publik dalam melakukan pemajuan pemilhan umum dan demokrasi di Indonesia. Dan dengan berlakunya pasal-pasal tersebut yang merugikan warga negara, Perludem pun merasa turut dirugikan dengan berlakunya pasal-pasal tersebut.
Pokok Permohonan
Salah satu dalil Para Pemohon terkait Pasal 13 ayat (5) UU Penyelenggaraan Pemilu bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena ketentuan pasal tersebut bertentangan dengan semangat pembentukan penyelenggara Pemilu yang independen. “Ide pembentukan penyelenggara Pemilu yang independen harus dapat diwujudkan melalui proses yang independen pula. Memberikan ruang kepada DPR untuk ikut serta dalam setiap tahapan seleksi yang dilakukan Tim seleksi jelas akan memberikan pengaruh kepada proses seleksi penyelenggara Pemilu,” ujar Veri.
Veri kemudian melanjutkan bahwa otoritas membentuk tim seleksi calon anggota KPU merupakan kewenangan presiden sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (1) UU Penyelenggara Pemilu. Sebagai pihak yang dibentuk dan atau diangkat oleh presiden, maka tugas pokok Tim Seleksi Calon Anggota KPU adalah membantu presiden untuk menetapkan calon anggota KPU yang akan diajukan kepada DPR.
Pasal 13 ayat (5) juga didalilkan Pemohon mengandung kekaburan hukum yang berujung terjadinya ketidakpastian hukum. Kekaburan hukum tersebut muncul karena dalam Pasal 13 UU Penyelenggara Pemilu terdapat pertentangan antara ketentuan ayat yang satu dengan ayat yang lainnya. “Dalam Pasal 13 ayat (3) huruf k tegas dinyatakan bahwa Tim seleksi menyampaikan 14 (empat belas) nama calon anggota KPU kepada Presiden. Kewajiban Tim seleksi untuk menyerahkan 14 (empat belas) nama calon anggota KPU kepada Presiden merupakan konsekuensi penugasan yang diberikan Presiden kepada Tim seleksi. Sementara pada Pasal 13 ayat (5) justru muncul ketentuan yang mengharuskan Tim seleksi menyampaikan laporan pelaksanaan tahapan seleksi kepada Dewan Perwakilan Rakyat,” tukas Veri. (Yusti Nurul Agustin)