Amandemen konstitusi harus rubah pasal 37
Jumat, 03 Februari 2012
| 16:06 WIB
JAKARTA - Pakar hukum tata negara Mahfud MD, sebagai akademisi, mengatakan bahwa jika Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ingin mengamandemen konstitusi, maka yang pertama kali dirubah adalah Pasal 37 Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945.
"Pasal yang berisi mekanisme amandemen tersebut menyulitkan DPD untuk mencapai tujuannya karena usulan penyempurnaan harus disertai draft sementara yang menyebut secara khusus pasal apa yang ingin diubah. Sementara usulan DPD bersifat paket," kata Mahfud dalam "Pekan Konstitusi" bertema "UUD 1945, Amandemen, dan Masa Depan Bangsa" di Jakarta, hari ini.
Pasal 37 UUD 1945 berbunyi, "Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya."
Mahfud melihat bahwa usulan DPD tidak menyertakan pasal mana yang harus dirubah karena masih bersifat konseptual. Sepuluh poin usulan perubahan DPD diantaranya adalah penguatan sistem presidensil, penguatan wewenang Mahkamah Konstitusi, penajaman pasal tentang pandidikan dan ekonomi, penambahan pasal tentang Hak Asasi Manusia, adanya forum khusus pengadilan untuk pejabat negara, dan pembukaan peluang untuk calon presiden jalur perseorangan.
"Ubah pasal itu dengan mengusulkan pasal baru yang membuka kemungkinan dilakukannya amandemen dengan mekanisme yang lebih mudah," kata Mahfud yang berbicara tidak dalam posisi sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.
Mahfud kemudian mengatakan bahwa secara akademik masih terdapat kelemahan dalam UUD 1945. Dia mencontohkan Pasal 8 yang berbunyi, "Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.
Selambat-lambatnya tigapuluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai akhir masa jabatannya"
"Bagaimana jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berhenti dan kemudian Partai Demokrat tidak mengajukan calon ke MPR? Jika hal tersebut terjadi maka akan terjadi kekosongan kekuasaan," kata Mahfud. Dia juga menegaskan bahwa wewenang Mahkamah Konstitusi (MK) harus ditinjau ulang. Mahfud berpendapat bahwa konflik pemilihan umum daerah sebaiknya ditangani Mahkamah Agung.
"Seharusnya MK mempunyai wewenang untuk keluhan konstitusional karena banyak masyarakat yang dirugikan oleh Undang-Undang tertentu dan keputusan terakhir pengadilan Peninjauan Kembali," kata Mahfud. Keluhan konstitusional berasal dari masyarakat yang sudah tidak mempunyai jalur hukum untuk mengajukan keluhannya.