PUU Perbankan: Pemerintah Anggap Pemohon Tak Memiliki Kedudukan Hukum
Selasa, 31 Januari 2012
| 20:45 WIB
Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang lanjutan Pengujian Undang-Undang (PUU) No. 10/1998 tentang Perubahan UU No. 7/1992 tentang Perbankan - Perkara No. 82/PUU-IX/2011 - pada Selasa (31/1) sore. Pemohon Fara Novia Manoppo melakukan uji materi terhadap Pasal 49 ayat (1) huruf c UU tersebut. Agenda sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Achmad Sodiki adalah mendengarkan keterangan dari Pihak Pemerintah.
Pihak Pemerintah yang diwakili Ketua Bapepam, Nurhaida, menjelaskan bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dalam permohonan tersebut, terkait dengan ada tidaknya kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon.
Nurhaida mengatakan bahwa apabila ketentuan Pasal 49 ayat (1) huruf c UU Perbankan yang dimohonkan Pemohon dibatalkan, maka hal tersebut tidak serta merta akan membatalkan atau mengurangi putusan pidana yang dikenakan kepada Pemohon.
“Padahal Mahkamah Konstitusi telah memberikan pengertian dan batasan tentang kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang menurut UU Mahkamah Konstitusi,” papar Nurhaida.
Selain itu, Pemohon telah keliru dalam mengajukan upaya hukum, terkait dengan permasalahan yang dihadapi oleh Pemohon. Di samping itu, permohonan Pemohon tidak jelas dalam mengkonstruksikan adanya pertentangan antara ketentuan tersebut dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
“Pemohon tidak dapat membuktikan bahwa ketentuan Pasal 49 ayat (1) huruf C UU Perbankan telah bertentangan dengan UUD 1945,” tambah Nurhaida. Berdasarkan uraian dan argumentasi yang disampaikan Nurhaida, maka Pemerintah meminta Majelis Hakim Konstitusi agar tidak dapat menerima permohonan Pemohon.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemohon menjelaskan bahwa ketentuan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. “Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 49 ayat (1) c UU Perbankan bertentangan dengan prinsip pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum yang merupakan hak asasi, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945,” kata Ichwan Heru Putranto, kuasa hukum Fara.
Sebagaimana dalam uraian permohonan, Fara Novia Manoppo diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara karena melakukan tindak pidana perbankan yang terjadi pada Bank OCBC NISP Tbk. Cabang Kelapa Gading sebesar Rp. 385.520.000. Amar Putusan PN Jakarta Utara Nomor: 86/Pid.Sus/2011.PN.Jkt.Ut tertanggal 20 April 2011, menjatuhkan pidana penjara enam tahun dan denda 10 miliar rupiah.
Sanksi pidana penjara dan pidana denda tersebut dijatuhkan berdasarkan pada ketentuan Pasal 49 (1) C UU Perbankan. Fara menganggap putusan PN Jakarta Utara memberatkan dan merugikan hak-hak konstitusionalnya. Terlebih lagi jika dibandingkan dengan sanksi pada tindak pidana pencucian uang, tindak pidana korupsi atau bahkan tindak pidana penggelapan. (Nano Tresna A./mh)