Kurang lengkapnya peraturan yang berakibat menimbulkan ketidakjelasan serta keengganan penyelenggara pemilihan umum kepala daerah untuk menuntaskan menjadi pemicu utama terjadinya pelanggaran dalam Pemilukada. Hal ini disampaikan oleh Pansus RUU Pemilu DPR Arif Wibowo ketika menyampaikan materi dalam Sesi II Seminar Nasional “Evaluasi Pemilihan Umum Kepala Daerah” yang dihelat di Hotel Sultan, Jakarta, pada Rabu (24/1).
“Kurang lengkapnya peraturan sehingga terjadi ketidakjelasan, serta keengganan penyelenggara (KPU) untuk menuntaskan menjadi pemicu terjadinya pelanggaran. Pelanggaran yang terjadi mengenai money politic dan lainnya. Yang paling sulit ditegakkan adalah mengenai money politic. Politik uang merupakan budaya yang tidak mudah untuk diselesaikan, maka harus dipikirkan melalui peraturan yang lebih rinci dan detail. Ini masalah yang kompleks,” papar Arif selaku narasumber dalam pembahasan materi pada sesi dengan tema “Penyelenggaraaan dan Penyelesaian Pelanggaran Pemilukada”
Menurut Arif, pemilu tidak ditempatkan sebagai hal penting sehingga tidak ada upaya serius untuk membuat regulasi dan penegakan secara rinci dan detail. Seharusnya, lanjut Arif, tersedianya aturan main harus mencakup tidak hanya untuk pelanggaran pidana pemilu, tetapi juga untuk pelanggaran administrasi dalam pemilu. “Selain itu, perlu menyelaraskan satu hukum acara khusus antara aturan pemilu legislatif, pilpres dan pemilukada. Karena secara umum penyelanggaraannya sama. Pengaturan harus sama terutama mengenai pengaturan jenis-jenis pelanggaran dan penegakan hukumnya. Dibutuhkan sinkronisasi dan harmonisasi tersendiri yang khusus mengatur tentang penyelesaian sengketa pemilukada,” urainya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) A. Hafidz Anshary. Menurut Hafidz, KPU menemukan berbagai persoalan akibat perbedaan pengaturan menyebabkan ketidakpastian dalam pelaksanaan di lapangan, seperti aturan mengenai sumber data pemilih yang berbeda antara UU No. 32/2004 dengan UU No. 12/2007. “Selain perbedaan pengaturan mengenai sumber data pemilih, ada juga perbedaan pengaturan mengenai peristiwa yang belumpernah dialami sebelumnya, seperti pemungutan suara ulang atau penundaan pemilihan umum,” katanya.
Kemudian, Hafidz mengungkapkan selain persoalan regulasi, KPU juga menemukan persoalan lain yang mempengaruhi pelaksanaan tugas KPU di lapangan dalam melaksanakan Pemilukada. “Persoalan tersebut, di antaranya mengenai anggaran, kepengurusan partai, persyaratan calon, integritas penyelenggaraan Pemilu serta adanya putusan peradilan yang berbeda atau melewati tahapan,” jelasnya.
Dalam sesi yang dimoderatori oleh Hakim Konstitusi Harjono, Ketua Bawaslu Bambang Eka Cahya Widodo menyampaikan rekomendasi Bawaslu mengenai pelaksanaan Pemilukada. Bambang mengungkapkan perlu adanya pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih untuk menyelesaikan masalah DPT, perlu adanya definisi khusus mengenai politik uang dan pembatasan dana kampanye untuk menekan politik uang. “Selain itu, semua transaksi di atas nominal tertentu harus dilakukan secara elektronik. Politik uang juga dapat ditekan dengan cara membuat ketentuan mengenai dana kampanye sanksi tegas berupa pembatalan pada pasangan calon yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye, menciptakan transparansi dan kepastian proses kesehatan calon. Kemudian, anggaran Pemilukada jangan diambil dari APBD karena akan menimbulkan penyalahgunaan,” terangnya.
Sementara itu, Kabareskrim Polri Komjen (Pol.) Sutarman mengungkapkan Polri mengantisipasi pelanggaran pemilukada dengan membentuk Gakumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu) sampai pada di tingkat Polres.
Seminar Nasional yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK) ini akan berlangsung hingga esok hari (25/1). Pada sesi III esok hari membahas materi tentang ‘Pemilukada: Kini dan Masa Datang’, dengan narasumber Pakar Hukum Pidana UGM Eddy O.S. Hiariej, Ahli Hukum Pidana Pemilu UI Topo Santoso, Ketua Pelaksana Harian Perludem Didik Supriyanto serta Redaktur Pelaksan Harian Kompas Budiman Tanuredjo.
Sedangkan sesi sebelumnya bertemakan ”Sengketa Pemilukada, Putusan Mahkamah Konstitusi, dan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi” dengan narasumber Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang diwakili Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, Wakil Ketua MK Achmad Sodiki, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar. (Lulu Anjarsari/mh)