Adnan Buyung Nasution selaku pengacara senior di Indonesia, hadir dalam persidangan Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, dia menjadi kuasa hukum Pemohon dari Perkara No. 1/PUU-X/2012, yaitu 7 (tujuh) perusahaan yang ada di Indonesia yang mengajukan uji materi Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, khususnya Pasal 1 angka 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2, Jumat (20/1). Menurutnya, Pasal tersebut tidak bisa memberi azas kepastian hukum terhadap para Pemohon.
Para Pemohon adalah perusahaan-perusahaan yang diwakili oleh Direkturnya masing-masing. PT. Bukit Makmur Mandiri Utama diwakili oleh Budikwanto Kuesar, PT. Pamapersada Nusantara dengan Dwi Priyadi, PT. Swa Kelola Sukses dengan Freddy Samad, PT. Ricabana Abadi dengan Jemmy Sugiarto, PT. Nipindo Prima Mesin dengan Nierwan Judi, PT. Lobunda Kencana Raya dengan Dipar Tobing, dan PT. Uniteda Arkato yang diwakili Muhammad Yani Kasmir.
Rincian pasal yang dimohonkan oleh para Pemohon dalam UU 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Pasal 1 angka 13 yang berbunyi, sepanjang frasa “…termasuk alat-alat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen…”. Dan Pasal 5 ayat (2), berbunyi, sepanjang frase “… termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar…”. Serta Pasal 6 ayat (4) dan Pasal 12 ayat (2), bertentangan dengan UUD 1945.
Salah satu dari kuasa hukum para Pemohon mengatakan, di samping para Pemohon tidak pernah dilibatkan dalam perumusan UU 28/2009 juga tidak pernah menyebutkan latar belakang perubahan norma alat-alat berat dan alat-alat besar sebagai objek pajak kendaraan bermotor, baik dari aspek fisolofis, sosiologis maupun yuridis. “UU 28/2009 telah menempatkan alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen termasuk kendaraan bermotor,” kata salah satu kuasa hukum yang diketuai oleh Adnan Buyung tersebut.
Berkenaan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 25 tahun 2010, lanjut kuasa hukum para Pemohon, kliennya bisa membuktikan bahwa ada penarikan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) alat berat tersebut nyata-nyata melanggar hak konstitusional para Pemohon. “Yaitu hak untuk mendapatkan kepastian hukum, mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum, dan rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam memperoleh keadilan sebagaimana diatur dalam pasal 28D ayat (1), pasal 28G ayat (1), pasal 28H ayat (2), dan ayat (4),” tutur kuasa para Pemohon.
Pada kesempatan yang sama, Majelis Hakim Konstitusi memberi sejumlah nasehat yang intinya mempertanyakan batu uji yang dimohonkan oleh para Pemohon berupa seperti apa. Misalnya yang disampaikan oleh salah satu dari Majelis yaitu Akil Mochtar. Menurutnya, Pasal yang dituliskan di dalam berkas perkara sudah bagus, tetapi pasal yang digunakan sebagai batu uji belum jelas keterangannya. “Pokok permohonannya tidak ada masalah. Saya hanya melihat baju uji dan redaksionalnya,” tutur Akil.
Menanggapi nasehat tersebut, Adnan Buyung berterima kasih dan sangat senang hati sudah diberi nasehat. “Namun, saya akui, ini adalah perkara baru dan isu baru. Kami akan memberikan sesuatu yang berbeda dan lebih rinci, terkait dengan persoalan HAM. Bagaimana Indonesia bisa membangun perekonomiannya kalau pelaku usaha diancam secara terus menerus secara berganti-ganti,” tuturnya. (Shohibul Umam/mh)