Uji UU Penyiaran: KPPU, KPI, dan Dewan Pers Sampaikan Keterangan
Kamis, 19 Januari 2012
| 18:16 WIB
Sidang keempat Pengujian Undang-Undang (PUU) No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran digelar Mahkamah Konstitusi dengan agenda mendengarkan keterangan Pihak Terkait, Kamis (19/1). Ketiga Pihak Terkait yang menyampaikan keterangannya di hadapan Panel Hakim Konstitusi, yaitu dari Dewan Pers, KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) dan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). Keduanya menyatakan terdapat berbagai penafsiran yang berbeda-beda terhadap Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) UU Penyiaran.
Â
Sebelumnya, Pemohon, yaitu AJI Jakarta dkk meminta MK menafsirkan Pasal 18 ayat (1) UU Penyiaran dan Pasal 34 ayat (4) untuk dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28D, 28F, dan Pasal 33 UUD 1945. Namun, Pemohon juga kebingungan dengan tafsir pasal-pasal tersebut dengan meminta MK memberikan tafsir konstitusional terhadap kedua pasal tersebut.
Pemohon juga memberikan âsyaratâ bahwa pasal-pasal tersebut dapat dinyatakan konstitusional bila ditafsirkan sebagai suatu badan hukum apa pun di tingkat manapun (induk) atau anak perusahaan, atau perseorangan, tidak boleh memiliki lebih dari satu izin penyelenggaran penyiaran jasa penyiaraan televisi yang berlokasi di suatu provinsi. Sedangkan untuk Pasal 34 ayat (4) UU Penyiaran, Pemohon meminta MK menafsirkan sebagai segala bentuk pemindahtanganan IPP (Izin Penyelenggaraan Penyiaran) dan penguasaan dan/atau kepemilikan lembaga penyiaran dengan cara dijual, dialihkan kepada badan hukum lain atau perseorangan lain di tingkat mana pun, induk atau anak perusahaan, bertentangan dengan UU Penyiaran.
Â
Kedua pasal berikut berbunyi seperti berikut. Pasal 18 ayat (1) berbunyi, â(1) Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi.â Kemudian, Pasal 34 ayat (4) berbunyi, â(4) Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain.â
Â
Pihak Terkait
Terhadap permohonan Pemohon, ketiga Pihak Terkait yang menyampaikan pendapatnya di hadapan Panel Hakim Konstitusi menyampaikan inti pendapat yang sama. Ketiganya menyampaikan bahwa di âlapanganâ terdapat tafsir yang berbeda-beda terhadap pasal-pasal tersebut.
Kepala Biro Humas KPPU, A. Junaidi menyampaikan bahwa berdasarkan pasal-pasal substansi dalam UU Persaingan Usaha, KPPU melarang adanya posisi dominan yang menimbulkan persaingan yang tidak sehat dalam industri penyiaran. Sedangkan Komisioner Komisi KPI, Yudha Riksawan menyampaikan bahwa KPI mengeluarkan pendapat hukum terkait permohonn Pemohon bahwa dalam fakta hukum sosiologis telah terjadi pemusatan dan penguasaan oleh perseorangan dan holding company serta rencana aksi korporasi akuisisi lembaga penyiaran. âBila terjadi pemusatan kepemilikan dan atau penguasaan lembaga penyiaran kepada orang atau badan hukum tertentu, makan akan banyak kerugian untuk masyarakat. Diantaranya penguasaan spektrum frekuensi sebagai sumber daya alam yang sangat terbatas dapat menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat,â jelas Yudha terkait efek dari pemusatan penguasaan lembaga penyiaran.
Â
Lebih lanjut, Yudha mengatakan bahwa pemusatan penguasaan lembaga penyiaran dapat menggiring opini publik terhadap kepentingan dan tujuan pemilik lembaga penyiaran. KPI, seperti yang dikatakan Yudha, tengah menemukan bahwa lembaga penyiaran digunakan untuk tujuan-tujuan politik praktis. âUrgensi penyelesaian masalah penafsiran ini memang menjadi pilar solutif untuk masa yang akan datang,â terang Yudha.
Â
Sedangkan Dewan Pers memberikan pendapat yang dikaitkan dengan kemerdekaan pers dan kebhinekaan perusahaan pers. Menurt Dewan Pers, kemerdekaan pers adalah milik rakyat dan lembaga pers harus digunakan untuk kepentingan rakyat. Agar dapat diterima oleh rakyat, maka perusahaan pers harus menampilkan kebhinekaan. Kebhinekaan itu terwujud dengan adanya pembagian lembaga penyiaran menjadi empat lembaga, yaitu lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas, dan lembaga penyiaran berbayar. Dengan pembagian itu, Dewan Pers menganggap bahwa rakyat dapat memilih dengan bebas lembaga penyiaran yang disukai.
Â
Terkait penafsiran Pasal 18 ayat (1) UU Penyiaran, Dewan Pers menegaskan bahwa pemusatan oleh satu orang harus dibatasi karena itu bertentangan dengan kebebasan pers. Meski Dewan Pers menganggap Lembaga Penyiaran Swasta dapat dimasuki oleh pemodal asing, namun Dewan Pers menyatakan bahwa lembaga penyiaran swasta harus mengikuti aturan dalam UU Penyiaran, yaitu tidak boleh melakukan praktik monopoli.
Â
Terakhir, Dewan Pers dihadapan Panel Hakim Konstitusi yang diketuai Maria Farida Indrati dan dianggotai Harjono serta Muhammad Alim mengatakan sesuai Pasal 34 ayat (4) Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dilarang dipindahtangankan. Keterangan Dewan Pers ditutup dengan pernyataan bahwa Dewan Pers tidak punya kewenangan untuk menafsirkan apa pun terkait pasal yang dimohonkan Pemohon. Untuk itu, meminta Mahkamah untuk menafsirkan pasal-pasal tersebut. (Yusti Nurul Agustin/mh)