MA Studi Banding Pelaksanaan Operasional Pimpinan ke MK
Senin, 16 Januari 2012
| 17:23 WIB
Tim Sekretariat Pimpinan Mahkamah Agung melakukan studi banding ke Mahkamah Konstitusi dalam rangka penyusunan DIPA dan Dana Operasional Pimpinan MA pada Senin (16/1) di Ruang Rapat Gedung MK. Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar yang didampingi oleh Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Rubiyo, (Plh.) Kepala Biro Humas dan Protokol Ahmad Budi Djohari, Kepala Bagian Keuangan Tatang Garjitno serta Kepala Bagian Perencanaan Pawit Haryanto.
“Kami melakukan studi banding ini ingin mengetahui mengenai pelaksanaan operasional pimpinan yang dijalankan oleh MK. Kami baru saja ditugaskan seminggu yang lalu untuk melakukan kegiatan ini karena kami mendapat masukan dari pimpinan untuk berkunjung ke sini,” ujar Tri Diana selaku Kepala Biro Sekretariat Pimpinan MA.
Tri Diana meminta penjelasan mengenai beberapa hal, di antaranya mengenai pendampingan keamanan untuk para hakim serta tunjangan kinerja yang diperoleh hakim di MK. Tri Diana mengakui belum adanya pengamanan khusus untuk para hakim di MA. “Hakim di MA tidak ada yang menggunakan ajudan, padahal risiko pekerjaan lebih besar dibandingkan dengan hakim konstitusi. Seperti (yang terjadi pada) Hakim Saifuddin Kartasasmita, itu karena tidak adanya pengamanan. Pengamanan hanya untuk ketua dan wakil ketua. Oleh karena itu, kami ingin mendiskusikan mengenai hal tersebut,” terang Tri Diana.
Menanggapi hal tersebut, Janedjri pun mengungkapkan bahwa setiap hakim konstitusi mendapat pendampingan keamanan ajudan yang berasal dari Mabes Polri. Semua itu, menurut Janedjri, merupakan bagian untuk memberikan keamanan dan kenyamanan dalam bekerja bagi para hakim. “Mahkamah Konstitusi selalu berupaya untuk mengedepankan keamanan serta kenyamanan bagi para hakim konstitusi agar dapat bekerja dengan baik dan tenang. Tak hanya itu, MK selalu berupaya mendahulukan kesejahteraan, tak hanya bagi hakim konstitusi, namun juga bagi para pegawai,” papar Janedjri.
Kemudian menanggapi isu mengenai tunjangan kerja hakim konstitusi yang jauh lebih besar dibanding dengan hakim MA, Janedjri secara terbuka memaparkan bahwa tunjangan kinerja hakim konstitusi disesuaikan dengan kinerja hakim konstitusi sendiri dan diberikan secara wajar sesuai dengan standar biaya khusus penanganan perkara sesuai aturan menteri keuangan yang berlaku. “Isu itu mungkin datang ketika pelaksanaan pemilu legislatif. Pelaksanaan sidang yang begitu padat dan banyak tentu saja mempengaruhi jumlah tunjangan kinerja. Tapi itu terjadi hanya setiap pemilu legislatif yang datang setiap lima tahun sekali. Kami juga tidak sembarangan memberikan tunjangan kinerja karena disesuaikan dengan kehadiran para hakim konstitusi dalam setiap persidangan. Kami selalu meminta kepada para bapak dan ibu hakim untuk menandatangani bukti hadir,” paparnya.
Menurut Janedjri, MK bekerja dengan mendahulukan kepada misi dan tugas yang harus dilaksanakan untuk menciptakan lembaga peradilan yang bersih dan terpercaya. Seluruh program kegiatan MK disusun berdasarkan hal tersebut, barulah disesuaikan dengan anggaran yang ada. “Setelah misi dan anggaran sesuai, maka semua itu dibungkus dengan aturan yang berlaku. Aturan yang ada sebagai pembatas agar kita tidak melakukan kesalahan,” tandasnya. (Lulu Anjarsari/mh)