Setelah mendengar keterangan dari Pemerintah terkait Perkara No.79/PUU-IX/2011 dalam pengujian UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara terhadap UUD 1945, Mahkamah Konstitusi (MK) menilai perlu untuk mengundang 3 (tiga) Menteri, yaitu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Sekretaris Negara, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. ”Dan, akan diundang juga Ketua Pansus UU Kementerian dari DPR.”
Demikian yang disampaikan oleh Pimpinan Sidang Moh. Mahfud MD, didampingi oleh hakim konstitusi lainnya sebagai anggota dalam akhir persidangan, Rabu (4/1). Sidang berikutnya, menurutnya, akan dibuka kembali pada 18 Januari, Rabu, jam 11.00 WIB, dan Pemohon dipersilakan mendatangkan ahli/saksi untuk memperkuat dalil-dalilnya.
Dalam kesempatan sebelumnya, Pemerintah diwakili Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengatakan, jabatan wakil menteri merupakan jabatan publik dan jabatan yang berbeda dengan jabatan yang lain. ”Namun demikian, jabatan wakil menteri adalah jabatan yang melekat kepada Presiden. Dan, Presiden bisa menunjuk dan mengangkatnya,” ucap Mualimin.
Mereka juga menjelaskan bahwa pada Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa, ”Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Sehingga untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, maka Presiden mempunyai hak yang bersifat melekat untuk mengatur bentuk maupun jalannya pemerintahan tersebut sebagaimana diatur di dalam Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945,” ucap Mualimin.
Namun, dalam beberapa pertanyaan yang ditanyakan dari para hakim konstitusi kepada Pemerintah, terutama pertanyaan yang disampaikan oleh Mahfud MD, terlihat terputus-putus untuk dipahami. Misalnya, Mahfud menanyakan kalau jabatan wakil menteri setara dengan jabatan eselon IA atau sama dengan dengan jabatan karier. ”Kenapa jabatan tersebut diangkat secara politik? ” tanyanya.
Awalnya, Pemerintah menjawab bahwa wakil menteri bukan jabatan eselon I, tapi disetarakan dengan jabatan tersebut, sehingga tidak ada persyaratan tertentu. Tapi jawaban kemudian tidak begitu jelas. ”Ya, itu yang dapat kami sampaikan, Yang Mulia,” jawab Mualimin usai menjawab pertayaan dari Ketua Majelis Moh. Mahfud.
Pada UU yang diujikan oleh para Pemohon, Pasal 10 UU 39 2008, khususnya Pasal 10 berbunyi, ”Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu.” Para Pemohon mendalilkan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 17 UUD 1945.
Karena dalam pasal tersebut, lanjut para Pemohon, tidak mengenal istilah jabatan wakil menteri. Sehingga pengangkatan wakil menteri yang dilakukan oleh Presiden pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II yang bersandarkan pada Pasal 10 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara adalah bertentangan dengan UUD Tahun 1945.
”Apalagi sudah sangat jelas, jabatan wakil menteri tidak dikenal dalam susunan organisasi kementerian, sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara,” ucap kuasa hukum Pemohon Arifsyah M. (Shohibul Umam/mh)