TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) siap beradu fakta, data, argumentasi hukum, perihal penyimpangan Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dalam sidang uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (10/1/2012). Sejumlah saksi ahli disiapkan agar uji materiil tersebut dapat dikabulkan MK.
KPID berharap kedua pasal itu tidak bisa lagi ditafsirkan serampangan oleh Kemenkominfo maupun masyarakat. "KIDP meminta kepada pemerintah untuk mengembalikan dunia penyiaran pada khitahnya, yaitu penyiaran yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keberagaman," kata koordinator KIDP, Eko Maryadi, dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (8/1/2012).
Saksi ahli yang telah disiapkan, di antaranya Prof Priyatna Abdul Rasjid selaku Direktur Kehormatan International Institute of Space Law, Alwi Dahlan selaku mantan Menteri Penerangan, Ikhlasul Amal selaku mantan Rektor UGM, dan Paulus Widiyanto selaku mantan Ketua Pansus RUU Penyiaran.
Sebagaimana diketahui, KIDP menganggap kedua pasal itu telah disalahtafsirkan oleh Kemenkominfo sehingga terjadi penguasaan kepemilikan dan pemindahtanganan frekuensi penyiaran oleh segelintir orang. Hal itu berpotensi membatasi, mengurangi kebebasan warga negara dalam menyatakan pendapat, memperoleh informasi dan hak berekspresi, sehingga bertentangan dengan Pasal 28 F dan Pasal 33 UUD 1945.
"Kami mendesak kepada pemerintah untuk melakukan law enforcement. Ini bukan kegiatan yang ujuk-ujuk, tapi sudah sejak lama. KIDP juga sudah mengirimkan surat kepada Presiden, Menkominfo, dan DPR berisi kepentingan publik sangat terancam dengan kepemilikan frekuensi terpusat. Pemerintah harus segera menangani masalah ini secara serius," ungkap Paulus.