JAKARTA - Aliansi Masyarakat Selamatkan Pemilu (Amankan Pemilu) berharap Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan pasal dalam Undang-Undang (UU) Penyelenggara Pemilu yang dianggap mengancam independensi penyelenggara pemilihan. Pasal yang dimaksud adalah tentang dibolehkannya orang partai menjadi penyelenggara. "Pemohon berharap, Majelis Hakim MK dapat mengambil putusan yang berdasarkan konstitusi dan aspirasi keadilan yang berkembang di masyarakat," kata Direktur Eksekutif Cetro Hadar Nafis Gumay, di Jakarta, Minggu (1/1).
Menurut Hadar, UU Penyelenggara Pemilu hasil revisi itu memberi ruang ekspansi partai politik dalam ruang independensi penyelenggara pemilu. Tentu itu sangat mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, hampir seluruh elemen yang terlibat dalam penyelenggaraan tak lepas dari orang partai.
"Independensi penyelenggara pemilu pun terancam akan campur tangan orang-orang partai sebagai peserta pemilu. Paling tidak kondisi itu terlihat dalam Pasal 11 Huruf i, Pasal 85 Huruf i, dan Pasal 109 Ayat (4) Huruf c, Huruf d, Huruf e, Ayat (5), dan Ayat (11) UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu," katanya.
Pasal-pasal itu membuka ruang bagi orang partai politik untuk menjadi anggota KPU dan Bawaslu. Peluang itu terbuka dengan dihapusnya ketentuan syarat keanggotaan KPU dan Bawaslu, tidak menjadi anggota partai politik minimal lima tahun sebelum mendaftar.
"Kondisi serupa berlaku dalam keanggotaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Keanggotaan DKPP secara tegas memerintahkan memasukkan perwakilan partai. DKPP berasal dari 1 anggota KPU, 1 anggota Bawaslu, 1 perwakilan pemerintah, 4 unsur masyarakat dan masing-masing anggota partai yang duduk di DPR," paparnya.