Para Guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kab. Purbalingga, Jawa Tengah, ”belajar” ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengetahui secara langsung proses peradilan dan perkembangan yang terjadi di lembaga peradilan konstitusi ini, Selasa (27/12) pagi. Rombongan disambut langsung Kepala Bagian Persidangan MK Muhidin, di Ruang Konferensi Pers, Gedung MK.
Para Guru yang berjumlah sekitar 48 Guru PKn tersebut sekaligus dijelaskan banyak hal terkait proses persidangan MK oleh Muhidin yang dalam sambutannya mengatakan proses dalam peradilan khususnya pendaftaran yang ada di MK bisa dilakukan melalui dua cara, yaitu secara online dan secara langsung dengan datang ke Gedung MK, Jakarta.
Kalau secara online, lanjut Muhidin, masyarakat bisa mendaftar secara langsung melalui perguruan tinggi yang sudah bekerjasama dengan MK, yang jumlahnya sekitar 39 (tiga puluh sembilan) perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia. ”Oleh karena itu, sebenarnya kalau ingin mendaftarkan perkara ke MK cukup dengan datang diperguruan tinggi saja, kan itu lebih efisien,” ucap Muhidin.
Selain itu, Muhidin juga menjelaskan proses persidangan yang ada di MK, ada yang bersifat terbuka dan ada yang bersifat tertutup. Kalau terbuka, misalnya pada Sidang Pleno maupun Sidang Panel. Namun, untuk sidang tertutup, misalnya yang diselenggarakan oleh hakim konstitusi melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). RPH mensyaratkan kerahasiaan, tidak diperkenankan terbuka.
Di samping berbicara terkait dengan sistem persidangan di MK, Muhidin juga menyinggung perkara yang masuk dalam registrasi persidangan MK. Menurutnya, masyarakat bisa mengetahui perkara yang masuk dalam MK melalui website-nya. Namun, seandainya Bapak dan Ibu datang lagi MK dalam beberapa tahun kedepan, bisa dipastikan masyarakat bisa mendapatkan informasi yang lebih tepat dan lebih akurat dengan penyajian yang mutakhir terkait dengan teknologinya yang akan diterapkan oleh MK. ”Karena kita sudah merancang Pusat Dokumentasi Konstitusi dengan media yang sangat mutakhir dari aspek teknologinya,” jelasnya.
Dalam menanggapi pertanyaan yang dilontarkan oleh salah satu guru berkenaan dengan mengapa MK dalam putusannya menerima permohonan keberatan dari bakal calon pasangan Pemilukada Kab. Pati, Jawa Tengah? Dalam jawabannya, Muhidin mengatakan bahwa dalam teorinya, MK harus mengadili Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), tetapi apakah MK harus mengadili angka-angka dari hasil Pemilu saja? Apakah hasil itu berdiri sendiri tidak terkait dengan proses-proses sebelumnya? Dan apakah yang harus ditegakkan oleh MK? Oleh karena itu, menurutnya, MK sekarang menegakkan keadilan yang disebut keadilan substantif. Karena bukan hanya aspek verbal-nya saja, tetapi material-nya juga diadili oleh MK. ”Orang yang jelas-jelas mempunyai hak untuk mencalonkan diri, dan mempunyai potensi menjadi calon kepala daerah, apakah hanya dibiarkan saja?” kata Muhidin balik bertanya.
Lebih lanjut Muhidin mengatakan, ketika orang itu diperlakukan tidak adil oleh satu institusi seperti Komisi Pemilihan Umum, sebenarnya harus diselesaikan pada tahapan-tahapan sebelumnya. Tetapi apabila institusi yang bersangkutan bisa berperan baik, MK akan menerima hasilnya saja. ”Namun kenyataannya tidak seperti itu,” jelas Muhidin. ”Oleh karena itu, MK membuka peluang, meskipun masih dalam tahapan, MK tetap menerima”. (Shohibul Umam/mh)