JAKARTA--MICOM: Mahkamah Konstitusi diminta untuk segera memutuskan gugatan terhadap UU 15/2011 tentang penyelenggara pemilu oleh Aliansi Masyarakat Amankan Pemilu yang terdiri atas 23 lembaga pemerhati pemilu.
Pasalnya, putusan MK tersebut akan sangat berpengaruh terhadap proses seleksi dan minat masyarakat untuk mendaftar sebagai anggota KPU 2012-2017.
Hal itu diungkapkan oleh anggota Komisi II DPR RI Abdul Malik Haramain di Jakarta, Senin (26/12).
"Mahkamah Konstitusi, segera mengeluarkan putusannya. Hal ini penting untuk memastikan siapa saja yang berhak untuk mendaftar sebagai anggota KPU/Bawaslu. Semua pihak menunggu, baik orang parpol maupun dari pihak di luar parpol," tukasnya.
Saat ini, aliansi Masyarakat Amankan Pemilu yang terdiri atas 23 lembaga di antaranya Perludem, IPC, Cetro, JPPR, GPSP, ICW, Elpagar dan 113 warga negara yang memiliki hak pilih, menggugat Undang-undang penyelenggaraan Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka menguji Pasal 11 huruf i, Pasal 85 huruf i, dan Pasal 109 ayat (4 c, d, e), ayat (5), dan ayat (11) UU Penyelenggaraan Pemilu yang membuka ruang sangat besar bagi orang-orang partai untuk menjadi anggota KPU, Bawaslu, dan keanggotaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Bagi pihak di luar parpol, tentu akan menunggu putusan tersebut untuk mendaftar, karena akan berpandangan jika gugatan tersebut di tolak MK, yang artinya memperbolehkan orang parpol masuk tanpa adanya tenggang waktu, peluang untuk lolos akan tipis. Sedangkan orang parpol juga menunggu kepastian, apakah bisa mendaftar atau tidak.
Namun, lanjut Malik, pihak luar yang nonparpol seharusnya mendaftar saja, terutama yang mempunyai kapabilitas, seperti para aktifis yang peduli terhadap pemilu.
"Saya berharap kapabilitas mereka bisa diaplikasikan sebagai anggota KPU. Karena kemampuan mereka yang dibutuhkan," ujarnya.
Sementara itu peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Veri Junaidi mengatakan, dengan UU yang ada sekarang, tentunya yang akan mendapat prioritas adalah mereka yang dekat dengan parpol, karena penentu akhir ada di DPR.
"Nah, justru karena hitung-hitungan peluang inilah, beberapa rekan yang sesungguhnya memiliki integritas, intens mengawal isu pemilu ragu untuk mendaftar sebagai anggota KPU dan Bawaslu. Karena semua akan berhitung, kalaupun nanti lolos di Timsel, belum tentu akan diterima DPR. Karena hitung-hitungan DPR selalu politis, yang diuji tidak lagi soal kapasitas," ujarnya.
Ia mengatakan, tentunya akan berat bagi aktifis pemilu jika ternyata pada akhirnya nanti orang-orang parpol dibolehkan menjadi anggota KPU dan Bawaslu. Pasalnya jika ternyata lolos dan duduk sebagai penyelenggara pemilu, pasti akan berat karena hegemoni orang parpol.
"Kan komisioner penyelenggara pemilu itu tidak bisa bekerja sendiri-sendiri, satu dengan lainya harus kompak, satu visi dan misi sebagai orang yang mandiri untuk menyelenggarakan pemilu yang demokratis," tegasnya.