Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak memerlukan lembaga eksekusi terkait dilaksanakan atau tidaknya putusan MK, baik putusan pengujian undang-undang, perselisihan hasil pemilihan umum maupun pemilihan umum kepala daerah atau pemilukada, ataupun sengketa kewenangan lembaga negara.
“Kita lihat terhadap kasus yang mana? Terhadap Pengujian UU, tanpa lembaga eksekusi, maka putusan akan tetap berjalan. Kalau MK menyatakan pasal tertentu bertentangan dengan UUD, otomatis sejak putusan itu dijatuhkan, maka pasal itu tidak dapat digunakan lagi,” kata Maria menjawab pertanyaan seorang mahasiswa Pasca Sarjana UI pada kuliah umum di Gedung MK, Selasa (20/12) sore.
Demikian pula dengan pelaksanaan putusan PHPU Pemilukada, ungkap Maria, hampir sebagian besar pihak-pihak yang berperkara di MK melaksanakan putusan MK. Meskipun memang ada beberapa daerah yang tidak melaksanakan putusan MK, namun jumlahnya hanya sedikit.
“Daerah-daerah yang tidak melaksanakan putusan MK, misalnya Kotawaringin Barat dan Bengkulu Selatan,” ucap Maria kepada para mahasiswa.
Dalam kesempatan itu pula, Maria menerangkan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang di MK. Dijelaskan Maria, pengujian UU meliputi pengujian formil dan/atau pengujian materiil. Pengujian formil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan proses pembentukan UU dan hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian materiil.
“Sedangkan pengujian materiil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945,” ujar Maria.
Lebih lanjut Maria menjelaskan prosedur pengajuan permohonan berperkara di MK, antara lain ditulis dalam bahasa Indonesia, ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya, serta diajukan dalam 12 rangkap, sistematis dalam identitas dan legal standing, posita, dan petitum, disertai bukti pendukung.
Selain itu Maria menjabarkan pengertian sidang pemeriksaan pendahuluan MK, yang dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Panel Hakim sekurang-kurangnya terdiri atas 3 (tiga) orang hakim konstitusi. Pada pemeriksaan pendahuluan diperiksa kelengkapan syarat-syarat permohonan dan kejelasan materi permohonan.
“Pada pemeriksaan pendahuluan, hakim juga memberi nasehat terkait kelengkapan syarat-syarat permohonan serta perbaikan materi permohonan,” imbuh Maria.
Lainnya, Maria juga menjelaskan mengenai sidang pembuktian di MK, hingga sidang pembacaan putusan MK. Isi putusan harus memuat sekurang-kurangnya: kepala putusan yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”, identitas Pemohon, ringkasan permohonan yang telah diperbaiki, pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan, pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan. Selanjutnya, amar putusan maupun pendapat berbeda dari hakim konstitusi, serta hari dan tanggal putusan, nama dan tanda tangan hakim konstitusi dan panitera. (Nano Tresna A./mh)