Jakarta, MK Online - “Merokok bukan hak yang melekat yang bersifat kodrati,” demikian ditegaskan oleh Ahli dr. Widyastuti Suroyo, yang dihadirkan oleh Pihak Terkait dalam perkara 57/PUU-IX/2011, Selasa (20/12) di ruang sidang Pleno MK. Menurutnya, hak seseorang untuk merokok, mirip dengan hak guna produk. Namun, karakteristik dan informasi yang diterima oleh perokok atau calon perokok atas produk rokok biasanya kurang memadai.
Ia menegaskan, setidaknya terdapat 7000 zat kimia, yang 70 diantaranya bersifat karsinogen. Bahkan lebih parah lagi, lanjutnya, rokok bersifat adiktif.
Tak hanya itu, menurut dia, bedasarkan hasil riset, konsentrasi zat berbahaya yang dikandung asap rokok ketika dilepaskan ke udara lebih besar dibandingkan konsentrasi pada asap yang ada pada batang rokok. “Asap rokok lingkungan lebih berbahaya. Konsentrasinya tiga kali lebih besar dari pada bahaya asap rokok utama,” ungkapnya.
Selain itu, sambung Widyastuti, adanya ruang khusus rokok (smoking room) di dalam gedung atau bangunan tidak efektif mengurangi resiko paparan asap rokok. “Asap rokok akan meleber ke ruang sekitarnya.”
Bahkan, dalam hal ini, ventilasi dapat dikatakan tidak ada gunanya. “Ventilasi hanya untuk kenyamanan, bukan untuk tujuan kesehatan,” tuturnya. Pendapat ini, didasari oleh beberpa riset yang telah dilakukan para pakar dibidangnya.
Akhirnya, Widyastuti menyimpulkan, “penyediaan ruang rokok di dalam gedung tidak dapat mengontrol rembesan racun asap rokok ke ruangan lain,” simpulnya. “Kawasan tanpa rokok tidak melarang untuk merokok sejauh tidak merugikan hak bukan perokok atas lingkungan sehat yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945.”
Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra, ahli dari Pemohon, menyoroti persoalan uji Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ini dari sisi normatif. Menurutnya, permasalahan uji atas Pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan yang diajukan oleh Pemohon dapat dilakukan secara materil maupun formil. “Karena, apa yang diuji adalah penjelasan pasal, bukan norma dalam pasal,” jelasnya.
Ia juga menyatakan, ketentuan dalam yang diuji oleh Pemohon tersebut memunculkan ketidakpastian hukum. “Batal demi hukum karena memuat norma sendiri,” ucapnya.
Selain para ahli tersebut, pada kesempatan yang sama, Pleno Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki ini juga sempat mendengarkan keterangan seorang saksi yang dihadirkan oleh Pihak Terkait, yakni Sukaesih. Menurut Sukaesih, selama ini Pemerintah belum memberikan perlindungan kepada masyarakat dari bahaya asap rokok. (Dodi/mh)